Beranda Nusantara Sidang Virtual di Tengah Pandemi, Solusi yang Masih Menyisakan Problem

Sidang Virtual di Tengah Pandemi, Solusi yang Masih Menyisakan Problem

JPU KPK Mochamad Asri saat mengikuti jalannya persidangan kasus dugaan korupsi secara online, atas perkara dugaan korupsi terdakwa Muhamad Yamin. Muhammad Yamin merupakan terdakwa penyuap Muzni Zakaria, Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat.
JPU KPK Mochamad Asri saat mengikuti jalannya persidangan kasus dugaan korupsi secara online, atas perkara dugaan korupsi terdakwa Muhamad Yamin. Muhammad Yamin merupakan terdakwa penyuap Muzni Zakaria, Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat.

Keprisatu.com – Pandemi Virus Korona membuat kegiatan apapun serba terbatasi. Termasuk dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. Ini karena pemerintah tengah menerapkan physicial distancing (jaga jarak) guna meminimalisir penyebaran virus tersebut. Agar persidangan kasus korupsi tetap berjalan, Mahmakah Agung pun mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disiase (Covid-19), di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.

Dalam surat edaran tersebut, pihak MA memperbolehkan proses persidangan dilakukan secara virtual (online), guna menekan penyebaran virus. Para penegak hukum seperti jaksa dan pengacara pun berkreasi menghadirkan saksi secara online melalui aplikasi dan jaringan internet. Terdakwa sendiri bisa mengikuti sidang perkara yang melilitnya dari dalam Rutan, sementara jaksa atau pengacara pun bisa mengikuti jalannya sidang dari kantor atau rumah masing-masing.

Oleh: Muhammad Ridwan, Jakarta

“Ih Ayah Lucu,” kata Kamila kepada Mochamad Asri, ayahnya, yang sedang duduk serius menatap layar laptop dengan mengenakan pakaian toga jaksa. Sembari meledek Jaksa Penuntut Umum (JPU ) Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, Kamila yang kini duduk dibangku kelas V Sekolah Dasar (SD) di bilangan Bekasi, Jawa Barat, terus cengengesan, sambil membidik wajah ayahnya dengan smartphone-nya, untuk dijadikan sebagai sasaran objek foto.

Selepas Adzan Isya pada Selasa (2/6) petang beberapa hari lalu, Asri memang tengah mengikuti jalannya persidangan kasus dugaan korupsi secara online, atas perkara dugaan korupsi terdakwa Muhamad Yamin. Muhammad Yamin merupakan terdakwa penyuap Muzni Zakaria, Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat. Sedangkan sidang sendiri digelar di Pengadilan Negeri Padang.

“Itu pemeriksaan 2 hari kemarin, agendanya pemeriksaan terdakwa” kata Asri kepada JawaPos.com, saat menceritakan kisah fotonya yang diunggah di status whatsappnya, Jumat (5/6) pagi.

Meskipun mengikuti jalannya proses persidangan dari rumah, namun sarjana hukum jebolan Fakultas Hukum Unversitas Hasanudin, Makassar tersebut tak serta merta menyepelekan jalannya sidang. Asri tengah mempersiapkan segalanya dengan seksama, seperti baju toga jaksa, serta perangkat elektronik yang dibawanya dari kantor. Sementara untuk jaringan internet, dia menggunakan internet pribadinya tanpa biaya dari kantor.

“Namanya juga aparatur negara, apa yang perlu kita berikan ke negara kita berikan,” tandasnya.

Sementara agar terlihat bagus, Asri pun menyulap ruang belajar sebagai backround sidang virtual yang diikutinya. “Saya memang usahakan (ikuti sidang) di ruang itu (ruang belajar), jadi biar kelihatan nggak semrawut. Kita juga merasa ruangan ini cocok untuk menghormati persidangan, karena ada peletakan buku sebagai bakcorundnya seperti apa. Jadi perasaan kita masih formil menghormati. Masa iya belakangnya botol kecap kan lucu,” ucapnya berkelakar.

Sejak adanya pandemi virus korona, kata Asri, persidangan berbagai perkara korupsi memang diperbolehkan dilakukan dengan cara virtual. Para terdakwa bisa mengikuti jalannya proses persidangan kasus yang melilitnya dari dalam Rumah Tahanan (Rutan). Saksi pun bisa juga mengikuti jalannya persidangan dari kediamannya masing-masing, ataupun bisa bersaksi secara virtual di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari), kantor Kepolisian Resort (Polres), ataupun di Rumah Tahanan (Rutan).

“Sebelum sidang berlangsung, Pak Direktur (Direktur Penuntutan) akan menyurati Kajari setempat untuk membantu kami menghadirkan saksi-saksi, alhamdulillah selama ini bisa berjalan dengan lancar,” jelas Ketua Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Cabang KPK tersebut.

Seperti yang dilansir dari JPNN, menurut Asri, meskipun digelar secara online, namun tak mengurangi esensi dari proses persidangan. Tak hanya itu, dengan adanya sidang secara online, hal ini juga sangat membantu efisiensi anggaran penanganan perkara.

“Misalnya saya mau sidang di luar kota seperti Semarang atau Surabaya, pada saat tahap pelimpahan berkas perkara (surat dakwaan dll), pertama saya nggak perlu ke sana, saya kirim saja via pdf berkas menyusul, sehingga kan dari segi biaya relatif murah. Saya nggak perlu naik pesawat lagi bawa berkas dan koper. Pada saat itu juga cepat sampai ke Semarang berkasnya, secara digital,” jelas pria dua anak ini.

Efisiensi anggaran juga terjadi pada saat proses persidangan dimulai, jika dilakukan secara online. Antara lain seperti proses pembacaan surat dakwaan, eksepsi (nota keberatan), putusan sela, pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terdakwa, tuntutan, pleidoi (nota pembelaan terdakwa), replik (jawaban atas pleidoi terdakwa olej JPU), duplik (jawaban atas replik JPU), hingga putusan perkara.

“Tetapi yang perlu digaris bawahi, di sini partisipasi publik, dalam hal ini rekan media dan masyarakat yang ingin melihat proses persidangan. Dimulai dari dakwaan. Ada baiknya pihak pengadilan menyediakan layar besar di depan pengadilan, agar publik bisa lihat,” harap Asri.

Kendati efisien, namun menurutnya, ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan secara online. Jika dipaksakan maka bisa jadi kualitas sidang menjadi berkurang.

“Sebagai jaksa, saya merasa saat pembuktian perkara ,misalnya pemeriksaan saksi-saksi kunci, saya rasa ada kurangnya kalau lewat online. Kekurangannya adalah penghayatan kita. Jadi penghayatan pada saat memeriksa saksi itu beda lewat online dengan face to face,” kata Asri.

Dampaknya kata Asri, efek psikologi akan beda. “Dinding pengadilan, meja-meja hakim, meja-meja jaksa, meja advokat itu bisa menjadi efek psikologis. Ini yang menarik persoalan penggalian keterangan saksi-saksi. Di mana untuk persidangan, pemeriksaan saksi kan kita ingin mencari kebenaran materil. Persoalannya adalah sejauh mana jaksa, hakim dan penasihat hukum bisa gali keterangan,” ungkap jaksa senior ini.

Sementara Djuyamto, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara mengatakan, proses sidang online, meskipun di satu sisi menjadi solusi di tengah pandemi, namun masih menyisakkan hambatan. Oleh karena itu menurutnya, perlu ada perbaikan yang dilakukan institusi peradilan.

“Koordinasi antar instansi yang masih sektoral minded, minimnya dukungan peralatan atau instrumen IT, gangguan signal atau jaringan,” kata Ketua Majelis Hakim Perkara persidangan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan ini.

Dengan adanya berbagai hambatan, ditambah tidak hadirnya terdakwa di depan ruang sidang, maka hal ini katanya, semakin menjadi hambatan dirinya selaku hakim dalam memimpin sidang.

“Karena terdakwa tidak hadir, maka dukungan ketiga hal di atas jika tidak optimal, maka akan menjadi hambatan,” imbuh Djuyamto.

Sementara Maqdir Ismail mengatakan, dirinya tidak mempersalahkan jalannya persidangan secara virtual.

“Kalau terhadap persidangan online nggak ada masalah sidangnya si berjalan bagus,” kata Maqdir. Pengacara terdakwa Tubagus Chairi Wardana ini juga tak mempermasalah jika sejumlah terdakwa seperti kliennya tidak dihadirkakn di muka sidang.

“Buat kami ngga ada masalah, sepanjang kami diberikan kesempatan yang sama untuk memeriksa perkara ini dan terutama menghadirkan saksi-saksi dan ahli,” imbuh Maqdir. Namun yang jadi masalah menurut Maqdir, jika para pihak tidak diberi waktu yang sama pada saat menggali fakta hukum.

“Tapi yang faktual ini kan acap kali kita tidak diberikan waktu yang sama untuk menggali keterangan,” keluhnya.