Beranda Nasional Kejagung Periksa Pengusaha Ekspedisi Terkait Kasus Impor Tekstil Menyeret Oknum BC Batam

Kejagung Periksa Pengusaha Ekspedisi Terkait Kasus Impor Tekstil Menyeret Oknum BC Batam

Hari Setiyono

Keprisatu.com – Kasus impor tekstil yang menyeret petugas Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea dan Cukai (BC) Batam terus begulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga pengusaha ekspedisi laut, sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi terkait impor tekstil pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai tahun 2018-2020, Senin (13/7/2020).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengatakan, penyidik menggali keterangan para saksi terkait proses pengangkutan barang impor oleh para pengusaha tersebut. “Mencari serta mengumpulkan bukti tentang tata laksana proses importasi barang (komoditas dagang) dari luar negeri, khususnya untuk tekstil dari India yang mempunyai pengecuali tertentu dengan barang importasi lainnya,” kata Hari seperti dilansir kompas.com, Senin (13/7/2020).

“Serta mencari fakta bagaimana proses pengangkutan barang impor yang dilakukan oleh para pengusaha ekspedisi laut,” kata dia.

Dua orang saksi merupakan direktur atau pihak yang mewakili Sealand A Maersk Company, yaitu Boyke Sulistiawan dan Marudut Pakpahan. Seorang saksi lainnya adalah Direktur CV Adhi Karya Perkasa Firmansyah Farans. Kejagung menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi terkait impor tekstil pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai tahun 2018 sampai 2020.

Para tersangka yaitu Kepala Seksi Pelayanan Pabean dan Cukai (PPC) I pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam Haryono Adi Wibowo, Kepala Seksi PPC II KPU Bea dan Cukai Batam Kamaruddin Siregar, dan Kepala Seksi PPC III KPU Bea dan Cukai Batam Dedi Aldrian.

Tersangka lainnya yaitu Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai (PFPC) KPU Bea dan Cukai Batam Mukhamad Muklas. Terakhir, pemilik PT Fleming Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) Irianto.

Dalam kasus ini, penyidik telah menyita sejumlah barang bukti, misalnya gudang milik PT FIB dan PT PGP. Sementara itu, kerugian negara dari kasus ini masih dalam penghitungan.

Terkait Kasus Korupsi Impor Tekstil Kasus ini bermula dari penemuan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) di Pelabuhan Tanjungpriok, pada 2 Maret 2020.

Setelah dicek, Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjungpriok menemukan jumlah dan jenis barang dalam kontainer tidak sesuai dengan dokumen.

“Setelah dihitung, terdapat kelebihan fisik barang, masing-masing untuk PT PGP sebanyak 5.075 roll dan PT FIB sebanyak 3.075 roll,” kata Hari melalui keterangan tertulis, Selasa (12/5/2020).

Berdasarkan dokumen pengiriman, kain tersebut seharusnya berasal dari India. Padahal kain-kain tersebut berasal dari China dan tidak pernah singgah di India. Temuan Kejagung, kapal yang mengangkut kontainer tersebut berangkat dari pelabuhan di Hongkong, singgah di Malaysia dan bersandar di Batam.

Dari titik awal, yaitu Hongkong, kontainer mengangkut kain jenis brokat, sutra dan satin. Namun, muatan tersebut dipindahkan tanpa pengawasan otoritas berwajib di Batam.

“Dipindahkan ke kontainer yang berbeda di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean Batuampar tanpa pengawasan oleh Bidang P2 dan Bidang Kepabeanan dan Cukai KPU Batam,” kata dia.

Setelah muatan awalnya dipindahkan, kontainer yang sama diisi dengan kain yang lebih murah, yaitu kain polyester. Kontainer dengan muatan baru itu selanjutnya diangkut dengan kapal yang berbeda ke Pelabuhan Tanjungpriok. Tujuan seharusnya adalah Kompleks Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung, Jakarta Timur.(ks01)