Beranda Batam Taba Iskandar Minta Pemerintah Harus Bijak Selesaikan Masalah Rempang

Taba Iskandar Minta Pemerintah Harus Bijak Selesaikan Masalah Rempang

Wahyu Wahyudin (kiri) dan Taba Iskandar , dua anggota DPRD Kepri

 

Batam, Keprisatu.com – Rentetan aksi unjuk rasa warga Rempang Galang yang menolak relokasi berpuncak pada demo besar besaran Senn (11/9/2023) . Aksi yang direncanakan berjalan damai , ternyata diluar perkiraan, malah  pecah menjadi aksi anarkis.

Ratusan pendemo yang tidak puas dengan apa yang mereka dengar dari Kepala BP Batam HM Rudi, lantas melakukan aksi kekerasan dengan melempari petugas dan juga gedung BP Batam dengan batu.

Aksi makin tak terkendali hingga akhinrya, petugas dalmas mengamankan  43 orang . Hasil pemeriksaan lima dari tersebut dinyatakan positif narkoba usai menjalani tes urine di Mapolresta Barelang pasca unjuk rasa anarki yang dilakukan.

Wahyu Wahyudin (kiri) dan Taba Iskandar , dua anggota DPRD Kepri

Aksi yang berujung ricuh ini memantik rasa prihatin dari Anggota DPRD Kepri  Taba Iskandar dan Wahyu Wahyudin. Keduanya  menyayangkan terjadinya bentrokan antara masyarakat dengan aparat keamanan dalam aksi demontrasi di Kantor BP Batam, Senin (11/9/2023) siang.

Apaalgi, bentrokan itu sampai menimbulkan korban luka baik dari pendemo, aparat keamanan dan pegawai BP Batam. Apalagi  demo berujung ricuh itu  merupakan yang kedua kalinya. dimana sebelumnya, terjadi pada Kamis (7/9/2023) lalu saat Tim Gabungan berusaha membuka pemblokiran jalan raya menuju Rempang yang dilakukan masyarakat, di Jembatan 4 Barelang.

“Kami meminta baik Pemerintah Pusat, BP Batam, maupun Pemko Batam bijak dalam menyelesaikan masalah Pulau Rempang, ini. Negara harus hadir. Tidak ada yang dirugikan, baik dari masyarakat ataupun rencana investasi pengembangan Pulau Rempang yang akan dibangun dengan konsep Rempang Eco-City tersebut,” ujar Taba Iskandar memulai pembicaraan Senin (11/09/2023).

Wahyu Wahyudin (kiri) dan Taba Iskandar , dua anggota DPRD Kepri

Namun, kata Taba Iskandar ,  kenyataan yang terjadi sekarang masyarakat di sana merasa dirugikan, mereka akan direlokasi, sedangkan sudah beranak-pinak di sana, bahkan sudah ada sebelum BP Batam dulunya Otorita Batam dan Kota Administratif Batam ada.

Taba Iskandar meminta Pemerintah dan masyarakat duduk kembali. Pemerintah jangan memaksakan program relokasi ini. Karena menurut Taba relokasi tersebut tidak tepat. “Beda halnya masyarakat yang tinggal di Ruli (Rumah Liar). Jika sewaktu-waktu tanah yang ditempati akan difungsikan atau dibangun bisa di relokasi ke tempat lain,” kata Taba Iskandar.

Begitu juga dengan orang-orang yang membeli tanah di Pulau Rempang tersebut. Negara berhak mengambilnya. Taba Iskandar mencontohkan  dirinya sendiri yang memiliki dua hektar lahan di Rempang. Dia dengan sukarela akan mengembalikan pada Negara.

“Ambil punya Taba, karena Taba bukan penduduk situ, itu boleh diperlakukan (gusur). Itu resiko, sudah tau tanah status quo, kenapa dibeli. Jangan disamakan dengan penduduk asli atau tempatan, duluan mereka tinggal di situ sebelum terbentuknya BP Batam dan Kota Administrasi Batam,” tegas Taba lagi.

Sehingga Taba menyarankan agar investasi ini jalan, sesuai dengan harapan masyarakat juga, baiknya konsep pengembangan Rempang didesain ulang dengan mengintegrasikan masyarakat tempatan ke dalam konsep pembangunan, tanpa melakukan relokasi.

Karena tidak semua lahan di Rempang dijadikan sebagai kawasan industri, ada juga untuk pemukiman. Contohnya kata Taba, dengan merenovasi rumah warga yang kurang layak dan menyediakan sarana tangkap bagi nelayan.

“Kalau rumah tinggalnya tidak cocok dengan kawasan yang akan dijadikan pariwisata rumahnya yang diperbaiki, karena dia mencari makan di sana, bukan di tempatkan di rumah susun atau dibuatkan rumah lagi, kampung itu adalah bagian integrasi dari konsep pengembangan kawasan. Wisatawan pasti rindu juga dengan kearifan lokal,” kata Taba Iskandar.

Kemudian, bisa juga dengan mengkonversi lahan masyarakat tempatan.

“Atau dihitung luasan tanahnya. Jika masuk dalam kawasan industri misalnya maka itu akan menjadi saham di perusahaan tersebut maka dia punya masa depan sampai anak cucunya,” saran Taba lagi.

Atau kata Taba, meski terpaksa direlokasi karena jumlah penduduknya sedikit dan masuk arena industri atau kawasan wisata bisa disatukan, tapi tidak jauh dari tempat sebelumnya.

“Misal, di titik ini ada 5 KK, di titik ini ada 10 KK, itu kemudian disatukan, membuat kampung baru, tapi tak jauh dari lokasi awal. Dan yang paling penting proyek ini kan gak sekali jadi, pasti ada tahap-tahapnya,” kata Taba.

Sehingga dengan kejadian ini Taba beranggapan Presiden, Pemerintah Pusat atau pengambil keputusan di Pusat tak mendapatkan informasi utuh bahwa Rempang mempunyai penduduk asli.

“Saya perlu bicara supaya masyarakat Rempang tenang, harap Pemerintah Pusat, BP Batam maupun Pemko Batam bijak dalam menyelesaikan masalah ini. Dudukkan kembali, maka solusi terbaik akan didapatkan,” ujarnya.

Anggota DPRD Propinsi Kepri , Wahyu Wahyudin juga berpendapat  serupa dimana dirinya  mengaku prihatin dengan perkembangan terakhir. Dia dan Taba Iskandar kata Wahyu Wahyudin berbicara atas nama Anggota DPRD Kepri yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil 6) dan Rempang masuk wilayah Dapil mereka.

Ditegaskan Wahyu, mereka sangat mendukung investasi. Karena investasi untuk kesejahteraan dan tak hanya akan dirasakan masyarakat Rempang tapi akan dirasakan seluruh masyarakat.

“Tapi buat apa investasi saat ini jika menzolimi masyarakat, karena 16 Kampung Tua dan memang mereka sudah lama tinggal di situ, tetapi mereka harus segera meninggalkan tempat itu,” kata Wahyu.

Wahyu Wahyudin meminta Pemerintah Pusat dan BP Batam membatalkan relokasi dan mendisain ulang pengembangan Pulau Rempang dengan mengintegrasikan masyarakat tempatan ke konsep pembangunan. (KS03)

Editor : Tedjo