Beranda Nasional Ketua Gugus Tugas Covid-19 Jatim: Puncak Pandemi Diperkirakan Mei Pangkas Antrean, Tambah...

Ketua Gugus Tugas Covid-19 Jatim: Puncak Pandemi Diperkirakan Mei Pangkas Antrean, Tambah Ruang Isolasi

50
0
PERJUANGAN BERSAMA: Dokter Lily Anggraeni memakai APD dengan tulisan penyemangat untuk sesama tenaga medis dan pasien di IGD Covid-19 National Hospital Surabaya.
PERJUANGAN BERSAMA: Dokter Lily Anggraeni memakai APD dengan tulisan penyemangat untuk sesama tenaga medis dan pasien di IGD Covid-19 National Hospital Surabaya.

Keprisatu.com – Jumlah kasus Covid-19 terus meningkat di Surabaya. Sejumlah rumah sakit rujukan pun mengalami overload pasien. Para pasien pun terpaksa harus mengantre untuk bisa dirawat di ruang isolasi.

Hal itu sempat terjadi di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA). Sebelumnya, sempat terjadi antrean pasien Covid-19. Sekitar 15 pasien terpaksa harus berada di ruang instalasi gawat darurat (IGD) di gedung Rumah Sakit Penyakit Tropis Infeksi (RSPTI).

Direktur RSUA Prof dr Nasronudin SpPD-KPTI FINASIM mengatakan, antrean pasien sempat terjadi beberapa waktu lalu. Kini RSUA tengah merawat 51 pasien di ruang isolasi khusus (RIK). ”Masalah sempat ada antrean pasien sekarang sudah tertangani,” kata dia kepada Jawa Pos Senin (4/5).

Saat ini RSUA juga terus mengembangkan RSPTI tujuh lantai. Setelah lantai 3 dan 4 dioperasikan sebagai ruang rawat inap pasien Covid-19, kini lantai 5 juga sudah mulai dioperasikan. ”Hari ini (kemarin, Red) beberapa ruangan selesai renovasi. Total kami (RSUA) siap untuk 74 ruang isolasi,” ujarnya.

Selain itu, RSUA sudah memperluas IGD dengan memanfaatkan lorong di belakang IGD. Begitu juga dengan transportasi pasien ke ruangan yang dipercepat. Ruang rawat inap intensive care unit (ICU), high care unit (HCU), dan ruang observasi ditambah daya tampungnya. ”Sementara ditambah 34 bed. Termasuk ICU, HCU, dan ruang observasi,” kata dia.

Menurut Nasronudin, pasien yang datang ke RSUA banyak sehingga daya tampung overload rata-rata karena rujukan lepas. Jadi, bukan pasien yang datang langsung ke poli khusus RSPTI. ”Harapannya, dengan daya tampung yang semakin besar, semua pasien bisa dilayani dengan baik,” ujarnya.

Nasronudin menuturkan, setelah mengoperasikan lantai 4 RSPTI, RSUA juga akan segera mengembangkan lantai 6 dan 7 untuk pelayanan Covid-19. Saat ini dua lantai tersebut masih belum selesai direnovasi.

”Mungkin sekitar 1–2 minggu ke depan selesai,” kata dia.

Sementara itu, RSUD dr Soetomo juga mengalami lonjakan pasien Covid-19. Kemarin RSUD dr Soetomo merawat 30 pasien Covid-19 di RIK dan 2 pasien lainnya masih berada di IGD untuk antre tempat atau RIK.

”Yang datang di RSUD dr Soetomo itu kasus berat-berat. Ada dua pasien hari ini (Senin, Red) yang masih harus menunggu ruang isolasi,” ujar Direktur RSUD dr Soetomo dr Joni Wahyuhadi SpBS (K).

Ketua Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur itu menjelaskan, grafik kasus pasien terkonfirmasi Covid-19 terus meningkat. Bahkan, diprediksi puncak pandemi Covid-19 terjadi pada Mei.

”Tapi, itu kalau memang semua sungguh-sungguh dalam menangani Covid-19. Jika tidak sungguh-sungguh, bisa lebih lama lagi,” katanya.

Joni menuturkan, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tiga wilayah di Jatim bakal memberikan konsekuensi. Yakni, Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Dengan demikian, tentu akan banyak kasus yang ditemukan. Sebab, dilakukan tracing secara masif, pencarian kasus juga makin luas, edukasi ke masyarakat juga kian masif. ”Tentu penemuan kasus naik untuk segera dilakukan pencegahan agar tidak semakin menyebar,” ujarnya.

Namun, pandemi Covid-19 akan sulit turun jika peran serta masyarakat masih minim. Kesungguhan dalam menekan kasus Covid-19 harus dilakukan bersama-sama. Utamanya justru oleh masyarakat. RSUD dr Soetomo dan rumah sakit rujukan lainnya juga sudah bersungguh-sungguh untuk menangani pasien yang terkonfirmasi Covid-19.

”Rumah sakit punya keterbatasan kapasitas. Jadi, masyarakat harus mencegah untuk stay at home dan menggunakan masker ketika di luar rumah,” kata dia.

Joni menuturkan, RSUD dr Soetomo terus berusaha mengembangkan ruang isolasi khusus. Sebelumnya, RIK hanya dapat menampung 11 bed. Kini sudah bertambah mencapai 30 sampai 35 bed. Kemudian, saat ini RSUD dr Soetomo juga sedang mengembangkan RIK 3 untuk kapasitas 30 bed. Selain itu, akan menambah ruang observasi 12 bed. ”Semua terus kami kembangkan,” ujarnya.

Karena ruang observasi tersebut sebelumnya tidak ada di RSUD dr Soetomo, lanjut dia, RSUD dr Soetomo mengembangkan ruang observasi untuk pasien ringan yang sudah dinyatakan negatif Covid-19, tetapi masih lemas. ”Nanti kapasitasnya naik sampai 30 orang,” kata dia.

Joni pun berharap, upaya tersebut juga bisa diikuti seluruh rumah sakit pemerintah untuk mulai mengembangkan diri. Saat ini RSUA juga sudah mengembangkan diri, RSJ Menur juga sudah.

”RSJ Menur kini dikembangkan jadi 100 bed lebih. Semua harus mengembangkan diri,” ujarnya.

Selain rumah sakit yang dikelola pemerintah, pihak swasta menyediakan ruang isolasi. National Hospital merupakan salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 yang juga terus menambah kapasitasnya. Beberapa saat lalu rumah sakit di Jalan Mayjen Yono Soewoyo tersebut sudah membuka 25 kamar isolasi untuk penanganan kasus Covid-19. ”Sekarang kita gunakan west wing-east wing satu lantai,” tutur Kepala Marketing National Hospital Linda Ayu.

Kini mereka membuka total 50 kamar isolasi yang bisa digunakan untuk menampung pasien dengan kasus positif. Saat ini masih ada tujuh pasien yang menggunakan fasilitas rawat inap tersebut. Sementara itu, IGD tambahan khusus Covid-19 bisa menampung penanganan pertolongan pertama dan pemeriksaan awal untuk empat pasien bersamaan.

Kepala Satgas Penanganan Covid-19 National Hospital dr Bambang Susilo Simon SpP FCCP FAPSR FISR mengatakan bahwa penanganan pasien cukup kondusif. Bambang mengaku, sementara baru satu pasien yang datang dengan keadaan cukup berat. ”Kita lakukan terus perawatan dengan alat bantu pernapasan,” jelasnya.

Enam pasien lainnya memiliki kondisi yang cukup stabil dan dalam keadaan sadar. ”Bisa beraktivitas. Tapi, ya semua sudah terlihat pneumonianya,” jelas alumnus Universitas Udayana tersebut.

Selama ini, menurut Bambang, pasien yang datang sudah cukup teredukasi. Dengan demikian, mereka datang dalam keadaan yang tidak terlalu buruk. ”Kami kembalikan ke pasien juga, apa masih merasa mampu untuk isolasi mandiri atau ingin rawat inap,” jelasnya.

Beberapa pasien dengan keadaan positif memilih untuk isolasi mandiri. Dengan pertimbangan kondisi tidak tinggal dengan orang yang rentan, seperti orang tua atau anak kecil. Atau pemenuhan kebutuhan sehari-hari juga cukup mudah. Serta, kondisi perawatan memungkinkan dijalankan di rumah. ”Misalnya, mereka tidak sampai sesak napas. Jadi, mereka memilih rawat jalan dan tetap terapi obat infeksi, multivitamin, dan pemeriksaan rutin,” jelas Bambang.

Di sisi lain, Joni mengatakan, saat ini yang harus dilakukan masyarakat adalah harus menjaga diri agar tidak tertular. Yakni, menggunakan masker dan jangan keluar rumah kalau tidak perlu. Selain itu, harus menjaga jarak dan rajin cuci tangan. Mandi setiap hari dan menjaga pola hidup bersih dan sehat.

”Kalau merasa sakit, segera periksa ke faskes dan isolasi diri secara mandiri,” kata dia.

Joni menegaskan, pandemi Covid-19 tidak boleh diremehkan semua orang. Di luar negeri kasus kematian Covid-19 berkisar 2–3 persen. Namun, di Indonesia kasus kematiannya lebih tinggi, yakni 8–11 persen. Artinya, jika ada 100 pasien positif Covid-19, 8–10 di antaranya meninggal dunia.

”Jadi, semua harus hati-hati. Yang meninggal ada yang punya riwayat penyakit bawaan, tetapi sebagian ada juga tidak ada penyakit bawaan,” ujarnya.

Sumber: Jawapos

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini