Jakarta, Keprisatu.com – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali melakukan penyidikan kasus memasukkan limbah B3 ilegal di Kota Batam yang diduga dilakukan oleh PT PNJNT selaku pemilik kapal MT Tutuk berbendera Indonesia.
PPNS KLHK telah menetapkan tersangka W (30 tahun) warga Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Direktur PT PNJNT dengan dugaan memasukkan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terjadi di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
PT PNJNT selaku pemilik kapal MT Tutuk GT 7463 berbendera Indonesia telah memasukkan muatan sebanyak 5.500.538 Kgm yang diduga limbah B3 berupa minyak hitam dari Malaysia ke wilayah Indonesia. PPNS KLHK telah melakukan serangkaian penyelidikan dengan melakukan pengambilan sampel berupa minyak hitam yang diduga limbah B3, analisa sampel di laboratorium terakreditasi, penyitaan muatan kapal, penyitaan dokumen, pemeriksaan saksi–saksi dan pemeriksaan ahli.
Berdasarkan keterangan ahli diketahui bahwa hasil uji produk terhadap muatan kapal berupa minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah dan bukan sebagai bahan bakar minyak atau fuel oil, karena tidak memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar sebagaimana dipersyaratkan dalam SNI produk MFO berdasarkan SK Dirjen Migas Nomor 14496K/DJM/2008 tentang Standar Dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Bakar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Selanjutnya berdasarkan uji karakteristik, muatan kapal berupa minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah B3.
Atas perbuatan tersebut, tersangka diduga melanggar Pasal 106 jo Pasal 69 ayat (1) huruf d jo Pasal 116 ayat (1) huruf a dan b Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp15.000.000.000,00.
Atas peristiwa kapal MT Tutuk tersebut, KSOP Khusus Batam juga melakukan penyidikan terhadap tersangka W atas dugaan tindak pidana pelayaran yaitu mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan barang antar Pelabuhan di wilayah perairan Indonesia, mengoperasikan kapal tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim dan telah divonis Hakim Pengadilan Negeri Batam pada tanggal 12 Desember 2022 dengan pidana percobaan 6 (enam) bulan dan denda Rp.100.000.000,00.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa kasus ini berawal dari laporan hasil patroli bersama antara Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai Tipe B Batam, Pangkalan PLP Tanjung Ubun dengan KSOP Khusus Batam. Pada tanggal 4 Maret 2022, tim patroli mengamankan kapal MT Tutuk GT 7463 di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang membawa muatan 5.500.538 Kgm yang diduga limbah B3 berupa minyak hitam karena tidak memiliki izin Ship to Ship Transfer.
Kemudian, KSOP Khusus Batam melaporkan kapal MT Tutuk GT 7463 ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK untuk dilakukan pendalaman terkait muatan kapal yang diduga limbah B3 Atas Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Direktorat Penegakan Hukum Pidana.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Dr. Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa kasus memasukkan limbah B3 di wilayah Kota Batam bukan pertama kali terjadi, selain melanggar Pasal 106 Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kegiatan memasukkan limbah B3 atau memasukkan limbah ilegal ini juga melanggar Konvensi Basel dimana Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi konvensi tersebut.
Kemudian Dr. Rasio Ridho Sani memerintahkan PPNS KLHK untuk mengembangkan kasus ini bukan hanya tersangka perorangan tapi kepada aktor–aktor yang terlibat termasuk yang berada di luar negeri. Ditegaskan oleh Dr. Rasio Ridho Sani bahwa mengingat wilayah perairan Indonesia menjadi salah satu pintu masuk bagi ancaman kejahatan Transnational Organized Crimes (TOC), maka sinergitas antar para pihak, koordinasi, maupun kerja sama lokal dan internasional menjadi hal penting untuk diimplementasikan sebagai penguatan strategi penyidikan.
Sebelumnya pada tahun 2021, PPNS KLHK bersama dengan KSOP Khusus Batam pernah menangani tindak pidana masuknya limbah B3 ke wilayah Indonesia di perairan Batam dengan terpidana CP (Chosmus Palandi) yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Batam berdasarkan Putusan Nomor 42/Pid.B/LH/2022/PN Btm. Majelis hakim menghukum CP 7 tahun penjara dan denda Rp5.000.000.000,00 subsider 3 bulan pidana kurungan. CP yang merupakan nahkoda Kapal SB Cramoil Equity membawa masuk ke wilayah Indonesia berupa muatan 20 IBC tank yang berisi cairan limbah B3 yang berasal dari Cramoil Singapore Pte LTd, Singapura ke perairan Batu Ampar, Batam,
Kepulauan Riau.
CP juga dijatuhi hukuman atas tindak pidana pelayaran berupa berlayar yang tidak
mematuhi sistem rute berlayar yang telah diputus Pengadilan Negeri Batam dengan Putusan Nomor 43/Pid.B/2022/PN Btm dengan hukuman pidana penjara 8 bulan dan denda Rp50.000.000,00 subsider 3 bulan pidana kurungan serta menetapkan Kapal SB Cramoil Equity dirampas untuk negara.
Selanjutnya, Dr. Rasio Ridho Sani mengatakan, kami mengapresiasi penegakan hukum yang telah dilakukan antara KSOP Khusus Batam, Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai Tipe B Batam dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK. Kami berharap kerjasama penegakan hukum ini dapat meningkat pada kasus yang lain untuk mengamankan perairan Indonesia dari masuknya limbah B3 ilegal dari luar negeri. (*/rilis)
Narahubung : Yazid Nurhuda (Direktur Penegakan Hukum Pidana LHK)
Hp : 082113880397