Kasus ini mencuat pada 22 Juni 2025, setelah Regina Gin Juit menemukan unggahan di Facebook yang menampilkan foto Intan Tuwa Negu, korban penganiayaan, dalam kondisi mengenaskan. Dalam foto tersebut, wajah korban tampak lebam dan tubuhnya penuh luka. Regina kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi.
Hanya berselang sehari, aparat kepolisian berhasil menangkap Roslina dan Merliyati di rumah mewah kawasan Sukajadi, Batam.
Hasil visum dari dr Reza Priatna di RS Elisabeth Batam memperkuat dugaan penganiayaan berat. Laporan medis tertanggal 23 Juni 2025 menyebut adanya memar, lecet, dan bengkak di hampir seluruh tubuh korban, robekan pada bibir bawah, serta tanda-tanda anemia akibat kekerasan benda tumpul.
“Kondisi korban tidak memungkinkan untuk bekerja dalam waktu dekat,” demikian tertulis dalam hasil pemeriksaan medis.
Dalam kesaksiannya kepada penyidik, Intan mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikis selama berbulan-bulan sejak Desember 2024. Ia dipukul, ditendang, dibenturkan ke dinding, disiram air pel, bahkan dipaksa makan nasi basi.
Korban juga mengaku tidur di kamar mandi, tidak memiliki akses ke ponsel karena disita, dan setiap geraknya diawasi melalui kamera CCTV. “Saya tidak bisa keluar rumah, semua pintu dikunci,” tutur Intan dalam pemeriksaannya.
Kasus ini memicu kecaman luas dari masyarakat Batam. Warga menilai, kejadian yang terjadi di lingkungan mewah Sukajadi itu bukan hanya bentuk kekerasan ekstrem, tetapi juga cerminan lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga yang hingga kini belum memiliki payung hukum setara pekerja formal.
Hingga berita ini diturunkan, sidang terhadap kedua terdakwa belum dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi. Majelis hakim masih menjadwalkan agenda berikutnya dalam perkara yang menyita perhatian publik ini. (KS03)
