Beranda Batam Sidang Perdana Kasus Penganiayaan ART Sukajadi, Dua Perempuan Duduk di Kursi Terdakwa

Sidang Perdana Kasus Penganiayaan ART Sukajadi, Dua Perempuan Duduk di Kursi Terdakwa

ilustrasi penganiayaan

Batam, Keprisatu.com – Pengadilan Negeri (PN) Batam menggelar sidang perdana kasus dugaan penganiayaan terhadap asisten rumah tangga (ART) yang terjadi di kawasan perumahan elite Sukajadi, Senin (3/11/2025). Dua perempuan, Roslina dan Merliyati Louru Peda, resmi duduk di kursi terdakwa dalam perkara yang menarik perhatian publik tersebut.

Kedua terdakwa tiba di PN Batam sekitar pukul 09.00 WIB dengan pengawalan ketat petugas Kejaksaan Negeri Batam dan aparat kepolisian. Setelah turun dari mobil tahanan, keduanya langsung digiring ke sel sementara sebelum dibawa ke ruang sidang, tempat sejumlah penasihat hukum sudah bersiap menempati kursi bagian depan.

Jaksa Penuntut Umum, Aditya Syaummil, menyampaikan bahwa sidang perdana ini beragendakan pembacaan surat dakwaan. Agenda tersebut menjadi awal dari proses hukum yang akan mengungkap lebih jauh kronologi dan peran masing-masing terdakwa dalam dugaan penganiayaan terhadap ART tersebut.

Jaksa mendakwa Roslina –yang merupakan majikan korban– dan Merliyati, sepupu korban, dengan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.

Kasus ini mencuat pada 22 Juni 2025, setelah Regina Gin Juit menemukan unggahan di Facebook yang menampilkan foto Intan Tuwa Negu, korban penganiayaan, dalam kondisi mengenaskan. Dalam foto tersebut, wajah korban tampak lebam dan tubuhnya penuh luka. Regina kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi.

Hanya berselang sehari, aparat kepolisian berhasil menangkap Roslina dan Merliyati di rumah mewah kawasan Sukajadi, Batam.

Hasil visum dari dr Reza Priatna di RS Elisabeth Batam memperkuat dugaan penganiayaan berat. Laporan medis tertanggal 23 Juni 2025 menyebut adanya memar, lecet, dan bengkak di hampir seluruh tubuh korban, robekan pada bibir bawah, serta tanda-tanda anemia akibat kekerasan benda tumpul.

“Kondisi korban tidak memungkinkan untuk bekerja dalam waktu dekat,” demikian tertulis dalam hasil pemeriksaan medis.

Dalam kesaksiannya kepada penyidik, Intan mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikis selama berbulan-bulan sejak Desember 2024. Ia dipukul, ditendang, dibenturkan ke dinding, disiram air pel, bahkan dipaksa makan nasi basi.

Korban juga mengaku tidur di kamar mandi, tidak memiliki akses ke ponsel karena disita, dan setiap geraknya diawasi melalui kamera CCTV. “Saya tidak bisa keluar rumah, semua pintu dikunci,” tutur Intan dalam pemeriksaannya.

Kasus ini memicu kecaman luas dari masyarakat Batam. Warga menilai, kejadian yang terjadi di lingkungan mewah Sukajadi itu bukan hanya bentuk kekerasan ekstrem, tetapi juga cerminan lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga yang hingga kini belum memiliki payung hukum setara pekerja formal.

Hingga berita ini diturunkan, sidang terhadap kedua terdakwa belum dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi. Majelis hakim masih menjadwalkan agenda berikutnya dalam perkara yang menyita perhatian publik ini. (KS03)