Keprisatu.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri Karimun menolak diversi 4 pelaku pengrusakan sekolah SMP Negeri 2 dan SMA Negeri 1 Karimun yang dilakukan beberapa waktu lalu. Penolakan ini berdasaran pertimbangan di mana keempat pelaku sudah sering terlibat tindak pidana lainnya.
BACA JUGA : Rusak Sekolah, Lima Remaja ini Dibekuk. Alasanya Bikin Geregetan
Dari total 5 pelaku pengrusakan sekolah tersebut, majelis hakim hanya menerima permohonan diversi dari pelaku berinisial Gr. Gr dinyatakan harus menjalani pembinaan selama 3 bulan di RPSA Bunga Rampai Kota Batam sesuai dengan putusan pengadilan nomor 2/Pid.Sus-Anak/2020/PN Tbk Tanggal 16 Oktober 2020.
“Pertimbangan majelis hakim, pelaku Gr ini hanya terlibat satu tindak pidana, yakni pengrusakan sekolah itu saja. Sedangkan 4 pelaku lainnya sudah sering terlibat kasus pencurian dan tindak pidana lain, yang ancaman hukumannya penjara di atas 7 tahun. Sehingga majelis hakim menolak diversi keempatnya,” kata R Ade, Asisten Pembimbing Kemasyarakatan Terampil pada POS Bapas Tanjungbalai Karimun, Selasa (20/10).
Keempat pelaku tersebut yakni Mr, Ip, RS dan Hs. Putusan penolakan diversi tersebut tertuang dalam Penetapan No.3 /Pid.Sus-Anak/2020/PN Tbk, tanggal 16 Oktober 2020. Empat anak itu diduga telah melakukan tindak pidana pencurian dan pengrusakan yaitu melanggar Pasal 363 KUHP Jo Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun.
“Jadi terhadap anak yang ditolak diversinya, kasusnya akan tetap dilanjutkan. Pengadilan Negeri memerintahkan untuk melanjutkan tahap penyelidikan, kejaksaaan dan di pengadilan,” kata Ade lagi.
Ade mengatakan, dalam proses diversi tersebut, pihaknya telah melibatkan sejumlah pihak di antaranya kepolisian, Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Tanjungpinang, Pekerja Sosial, Dinas Sosial, P2TP2A, penasehat hukum, Dinas Perlindungan Anak Kabupaten Karimun, orang tua, dan korban. Diversi di tingkat penyidikan yang telah dilakukan pada 15 Oktober tersebut menghasilkan kesepakatan yang mana orang tua dan pelaku anak telah meminta maaf kepada korban. Pihak korban juga telah memberikan maaf dan tidak meminta pergantian kerugian serta meminta anak diberikan pembinaan.
Menurut Ade, proses diversi telah sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak yang ada, dengan mengikuti proses secara bertahap. Ade juga menyebutkan, dari 27 kasus anak sepanjang tahun 2020, hanya 2 kasus anak yang diversinya berhasil. Ini disebabkan karena banyak kasus tindak pidana yang ancaman pidana penjara di atas 7 tahun.
“Meskipun pihak korban telah memaafkan dan tidak meminta pergantian kerugian, tetap tidak bisa diterima diversi itu. Oleh sebab itu, kita mengingatkan orang tua, peran serta masyarakat dan pemerintah daerah, untuk lebih melakukan pengawasan terhadap pergaulan anak,” katanya.(ks12)
Editor : Aini