Beranda Batam Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Jadi Rajagukguk: Kami Menolak Keras

Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Jadi Rajagukguk: Kami Menolak Keras

Ekspor Pasir Bisa Jadi Masalah Hukum, Hati-Hati Dipanggil APH
Aturan ekspor pasir yang sedang menjadi kontroversi.

Batam, Keprisatu.com – Penambahan devisa melalui ekspor pasir di Kepri menuai protes dan berbagai pandangan . Mulai dari yang pro dan kontra . Namun, kebanyakan dari pendapat itu berujung pada sikap menentang kebijakan ekspor pasir.

Selain bakalan menimbulkan kerusakan lingkungan , tentu ekspor pasir banyak menimbulkan dampak nekatif lainnya seperti merusak ekosistem dan biota laut.

Dari sejarahnya, tambang pasir laut pernah marak di perairan Kepri pada 1978-2023. Pasir dari Batam dan karimun dikeruk secara besar-besaran untuk mereklamasi Singapura.

Saat itu  tambang pasir laut membuat nelayan Kepri miskin karena mereka sulit mencari ikan. Bahkan, kelong (keramba apung) banyak yang tutup karena laut tercemar.

Bagi nelayan , tambang pasir laut tidak hanya membuat habitat ikan hancur, tetapi juga membuat pulau-pulau kecil tempat warga bermukim jadi terkena abrasi.

Dampak buruk yang dirasakan masyarakat pesisir itulah yang dulu mendorong Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Sejak saat itu, ekspor pasir laut dari Kepri dihentikan secara bertahap.

Namun, kini ekspor pasir laut akan dibuka lagi . Hal ini memantik sikap kontra salah satunya dari  Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk.

Dia sangat menyayangkan keputusan pemerintah yang dituangkan dalam PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, akan membuka kembali keran ekspor tambang pasir laut.

“Untuk itu kami menolak keras kebijakan ini. Padahal kita punya pengalaman yang tidak baik terkait penambangan pasir laut, makanya ekspor pasir laut telah dilarang oleh pemerintah sejak 2003. Larangan itu tertuang dalam keputusan Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tertanggal 28 Februari 2003,” katanya.

Pasalnya yang tahu dampaknya adalah masyarakat dan nelayan kecil di lokasi tambang. “Yang bersentuhan langsung dengan laut itu masyakat di tepi laut dan para nelayan. Sebaiknya Pak Presiden Jokowi mempertimbangkan kembali dengan berkunjung ke pulau-pulau Batam Kepulauan Riau, saya menyakini kalau Pak Presiden melihat langsung ribuan pulau di Kepri pasti PP 26 Tahun 2023 tentang hasil sedimentasi akan dicabut,” katanya.

Mengapa penambangan pasir laut harus dihentikan?
Pasir laut yang terus diambil akan mengubah morfologi dasar laut dangkal di sekitar pulau.

Akibatnya, ada pergeseran massa dari material penyusun yang lebih dekat daratan. Material dekat permukaan laut akan tergerus sehingga pohon bakau dan padang lamun turut bergeser masuk ke air laut yang lebih dalam dan akan merusak ekositem, potensi laut dan keindahan di wilayah pulau pulau di wilayah Batam.

Dampak penambangan pasir laur akan mengancam kelestarian lingkungan, polusi, erosi, hingga bencana alam. Dengan dalih “sedimentasi” memberikan ruang untuk menambang pasir laut akan merusak ekosistem!. Jadi Rajagukguk berharap kebijakan ini bisa ditinjau lagi. (KS03) 

Editor : Tedjo