Beranda Opini Jalan Tak Mau Tanggung jawab, Pajaknya Dinikmati

Jalan Tak Mau Tanggung jawab, Pajaknya Dinikmati

487
0

Oleh Tengku Jayadi Nur
Pengamat Sosial dan Politik Kepri

MANUSIA melakukan mobilitas kehidupan bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan akses – di darat dengan jalan darat, di laut dengan jalan air, dan di udara dengan jalan udara. Secara infrastruktur perlu disiapkan oleh pemerintah dalam upaya memperlancar pergerakan manusia tersebut, maka dibangun lah jalan-jalan. Karena pemerintah memiliki tingkatan, tanggung jawab, dan kewenangan jalan juga dibagi sesuai tingkat masing-masing: ada jalan nasional, ada jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota.

Untuk pengaturan masalah jalan pemerintah mempertegas dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, juga UU No.38 tahun 2004 tentang Jalan, kemudian dipertegas dengan PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan. Selain itu, masalah jalan juga tidak bisa dilepaskan dari UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Implementasi dari semua aturan perundangan tersebut, pemerintah sesuai dengan kewenangannya melaksanakan tanggung jawab masing-masing. Gubernur Ansar Ahmad memimpin Kepri sejak tahun 2021-2024. Anehnya sejak awal tahun 2021 dan 2022, Pemprov Kepri tidak menganggarkan dana untuk pembangunan jalan-jalan provinsi di Kota Batam. Bukan hanya sampai di situ, tahun 2023 Gubernur Kepri mengeluarkan SK No.485 yang intinya melepaskan status jalan Provinsi di Kota Batam.

SK Gubernur Kepri 485, tanggal 3 April 2023 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Provinsi di Provinsi Kepulauan Riau: alih-alih melaksanakan Pasal 62 ayat (2) PP 34 tahun 2006 tentang Jalan, yang terjadi justru sebaliknya. Gubernur Kepri justru mengingkari perintah aturan perundangan, bahwa penetapan status jalan provinsi dengan memperhatikan fungsi jalan.

Seharusnya Gubernur Kepri melakukan peningkatan jalan terhadap jalan kota/kabupaten, jalan khusus, jalan tidak bertuan sehingga statusnya menjadi jelas secara tanggungjawab pembangunan dan pemeliharaannya. Bukan sebaliknya melepaskan tanggung jawab dengan menjadikan status jalan provinsi menjadi jalan tidak bertuan.

Apalagi dalam SK 485 tersebut tidak menyebutkan jalan provinsi yang dilepaskan akan diserahkan kepada siapa? Pemko Batam, BP Batam atau masyarakat Batam? Serah terima tanggung jawab tentu ada proses pembahasan sebelumnya, termasuk kesediaan pihak penerima dan kesanggupannya.

Terbitnya SK 485 tersebut, Gubernur tidak melibatkan DPRD Kepri sebagai mitra kerja. Bahkan. Sesuai Permendagri No.17 tahun 2007 sebagaimana telah diubah menjadi Permendagri No.19 tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Daerah, pelepasan aset bernilai di atas Rp. 5 miliar harus meminta persetujuan DPRD. Prosedur tersebut tidak dilakukan dan diputuskan secara sepihak.

Pelepasan tanggung jawab provinsi menjadi jalan tidak bertuan oleh Gubernur Kepri tersebut jelas bertentangan dengan amanah UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya Pasal 6 ayat (5) disebutkan: Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagi hasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dn sarana transportasi umum. Faktanya sejak tahun 2021, awal memimpin Kepri, Ansar tidak mengalokasikan anggaran untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan provinsi di Kota Batam.

Sepertinya saat memutuskan menerbitkan SK 485 tersebut, gubernur tidak melakukan kajian mendalam terlebih dahulu. Mempertimbangkan berbagai aspek pelimpahan penyelenggaraan jalan dan kewenangannya, tanggung jawab dan dan komitmen, sosial kemasyarakatan, akademik, perundangan dan lainnya. Yang terkesan di publik akhirnya menonjol aspek politik, di mana Walikota Batam HM Rudi akan menjadi lawan politik pada Pilkada Gubernur Kepri 2024.

Akibat SK Gubernur yang menjadikan jalan provinsi di Kota Batam menjadi tidak bertuan, masyakarat Batam sangat dirugikan. Tidak bisa menikmati hasil pembangunan infrastruktur dari pajak yang mereka bayarkan. Jalan-jalan eks. Provinsi Kepri itu dalam kondisi rusak berat dan perlu dilebarkan sehingga tidak selalu macet saat ini. ***