Beranda Batam Cak Ta’in Ingatkan Bahaya Jual Beli Kebijakan untuk Modal Politik

Cak Ta’in Ingatkan Bahaya Jual Beli Kebijakan untuk Modal Politik

233
0
Cak Ta'in Komari

Keprisatu.com – Ketua LSM Kodat86, Cak Ta’in Komari mengingatkan siapa pun calon wali kota dan calon bupati serta calon gubernur di Kepri agar tidak melakukan jual beli kebijakan jelan pendaftaran. Alasannya jelas hal itu korupsi, tidak akan gratis, dan kalau kalah menjadi bentuk pinjaman.

“Penyelenggara negara yang menjanjikan akan melakukan atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Di dalamnya terjadi Jual beli kebijakan dari proses sebelum pemilihan itu masuk kategori korupsi,” tegas Cak Ta’in, Senin (5/8/2024), kepada wartawan.

Cak Ta’in mengingatkan hal itu, setelah ia menerima kabar dan informasi yang terpercaya. Kemungkinan dan potensi itu sangat besar terjadi. Mengingat kandidat yang tidak memiliki dana mandiri dan adanya kebijakan yang berpotensi untuk transaksional. Bantuan donatur hampir semuanya melakukan perjanjian tertulis, kecuali dana-dana kecil.

“Pesan ini bukan hanya untuk kandidat, tapi pihak pengusaha yang bakal memberikan dana. Kategorinya masuk gratifikasi dan suap-menyuap, karena ada komitmen akan melakukan atau tidak melakukan suatu kebijakan,” ujarnya.

Menurutnya, pihaknya sedang memantau setiap pergerakan pencarian pendanaan yang kemungkinan kandidat lakukan, dan jika berpotensi transaksional segera melaporkanya ke KPK. “Syukur-syukur bisa OTT. Kalau tidak ya nanti saatnya sudah menjabat akan kelihatan ada tidaknya kebijakan kontroversial yang berpihak dan menguntungkan pengusaha tertentu,” imbuh dia.

Beberapa kebijakan yang berpotensi transaksional seperti pengelolaan kawasan, alokasi lahan, dan pelabuhan internasional. “Kita sedang mengawasi semua pergerakan politik, terutama penghimpunan pendanaan. Termasuk jika ada pejabat ASN yang bakal turut investasi untuk janji jabatan jika kandidat bersangkutan bakal menang. Sebab ada juga pengusaha yang kepentingannya tidak terakomodir oleh kepemimpinan saat ini, potensi bermain pada pilkada kali ini,” tegas mantan jurnalis ini.

Tidak Otomatis Menang 

Lebih lanjut Cak Ta’in menerangkan, jika Pilkada harus calon tunggal melawan kotak kosong, bukan berarti otomatis menang. UU pilkada mensyaratkan harus menang di atas 50 persen. Dia juga mencontohkan Pilwako Makasar tahun 2018, calon tunggal kalah melawan kotak kosong yang dapat 56 suara pemilih. Kondisi itu juga bisa saja terjadi di beberapa daerah. “Tapi kami melihat pada last minute ada potensi beberapa partai yang berubah haluan,” kilahnya.

Pilkada dengan calon tunggal, lanjut Cak Ta’in, hakikatnya merusak demokrasi. Gerakan calon tunggal itu simultan, massif dan terorganisir. Hampir semua partai terkendali oleh partai penguasa. Jika demikian mengapa tidak ditunjuk saja, tidak perlu pilkada biar tidak menghabiskan uang negara. Hapus otonomi daerah.

“Tapi kami tetap fokus mengawasi adanya potensi transaksi jual beli kebijakan. Infonya sudah A1, bargaining sudah mengerucut. Angkanya juga cukup fantastis. Apalagi ada isu miring soal rekomendasi partai dikasih mahar cek kosong. Tentu membuat kandidat lebih ngebet untuk mendapatkan donatur, setidaknya menyelesaikan administrasi politik, jika tidak partai-partai bisa ada yang berlarian nanti,” tambahnya. (***/KS04)