Beranda Head Line Banjir-Longsor Tanjungpinang dan Batam, Ada Apa?

Banjir-Longsor Tanjungpinang dan Batam, Ada Apa?

banjir-longsor tanjungpinang dan batam
Salah satu rumag warga yang hancur di Tanjunguma, Batam, Sabtu (2/12/2020).

Keprisatu.com – Kepulauan Riau termasuk provinsi yang mengalami hujan dengan intensitas lebat serta angin kencang. Akibatnya, sejumlah daerah seperti Tanjungpinang dan Batam terjadi banjir-longsor serta ombak menghantam rumah-rumah pinggir pantai, Sabtu (2/12/2020).

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memperingatkan agar warga waspada terhadap bencana di sepanjang Desember 2020-Februari 2021. Namanya bencana hidrometereologi.

Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo juga meminta seluruh kepala daerah untuk bersiaga dalam pola mitigasi memasuki bulan-bulan tersebut.

Nah, penyebab bencana ini terkait dengan dampak curah hujan tinggi akibat perpaduan musim hujan dan La Nina yang terjadi pada bulan-bulan itu. Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin, dan kelembapan.

BACA JUGA: Cuaca Buruk di Batam, dari Jalan Tenggelam hingga Pagar SMP Jebol

Mengutip laman Ilmu Geografi, penyebab bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Secara umum bentuk bencana hidrometeorologi berupa kekeringan, banjir-longsor, badai, kebakaran hutan, angin puyuh, gelombang dingin, hingga gelombang panas.

Indonesia termasuk Provinsi Kepri sering mengalami perubahan cuaca dan iklim secara ekstrem yang berujung pada bencana hidrometeorologi.

Perubahan iklim dan cuaca ekstrem ini pulalah yang menyebabkan bencana hidrometereologi berupa banjir-longsor, hingga hantaman gelombang di sejumlah titik di Kota Tanjungpinang dan Batam, Kepri, Sabtu (2/12/2020).

BMKG memerediksi bahkan bukan hanya kota-kota dan daerah di Provinsi Kepri. BMKG memerediksi setidaknya 30 dari 34 provinsi di Indonesia mengalami potensi cuaca ekstrem dan hujan dengan intensitas lebat disertai kilat-angin kencang.

Tiga puluh provinsi itu merata di Sumatera mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi. Kemudian Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Lalu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, serta Papua.

Hanya empat provinsi yang tak termasuk dalam potensi cuaca ekstrem BMKG itu adalah Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Maluku Utara.

BACA JUGA: Bencana Banjir, Pohon Tumbang hingga Longsor di Awal Tahun 2021

Menurut situs Konservasi DAS UGM, bencana hidrometeorologi di Indonesia juga terpengaruh oleh fenomena La Nina dan El Nino. El Nino berpengaruh terhadap kekeringan di Indonesia karena dengan adanya angin ini curah hujan di sekitar indonesia menjadi berkurang dan terkadang menyebabkan kekeringan panjang.

Sedangkan, La Nina yang berpengaruh terhadap curah hujan tinggi di Indonesia dan menyebabkan kota, daerah yang tidak memiliki resapan yang bagus akan terkena banjir.

“Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normalnya. Namun demikian dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal. (ks04)

editor: arham