Beranda Internasional Warga Singapura Was-Was Hidup Berdampingan Corona

Warga Singapura Was-Was Hidup Berdampingan Corona

Singapura jadikan pandemi bukan hal menakutkan.
Sebagian warga Singapura kini mulai was-was hidup berdampingan dengan Covid-19.
Sebagian warga Singapura kini mulai was-was hidup berdampingan dengan Covid-19.

Keprisatu.com – Singapura tengah menyusun peta jalan hidup berdampingan dengan Covid-19, yang akan menganggap virus corona sebagai penyakit endemik layaknya flu biasa. Peta jalan itu dicapai tak lepas dari kebijakan dan strategi Singapura selama ini yang dianggap berhasil mengendalikan pandemi Covid-19.

Namun, ambisi itu ternyata masih dianggap mustahil dan berisiko oleh beberapa pihak. Sebab, belakangan Singapura kembali menghadapi lonjakan kasus Covid-19 harian.

Kasus harian Covid-19 Singapura per Rabu (29/9) tembus 2.268 melewati kasus Indonesia saat ini. Angka tersebut merupakan rekor baru kasus harian Covid bagi Singapura.

Selain kasus harian, angka kematian akibat Covid-19 di Singapura juga melonjak hingga delapan orang meninggal dalam 24 jam terakhir di hari yang sama.

Lonjakan kasus Covid-19 ini pun mempertanyakan efektivitas penanganan pandemi oleh pemerintah saat ini. Sebab, ini terjadi ketika sebagian besar warga Singapura telah merampungkan vaksinasi Covid-19.

“Saya mencoba menerapkan pola pikir (soal Covid-19) sebagai penyakit endemik yang sedang ditransisikan oleh pemerintah, tetapi itu sangat sulit,” kata salah satu warga Singapura, Joys Tan.

Tan menjadi salah satu dari sebagian penduduk Singapura yang taat protokol kesehatan selama pandemi.

Sejak virus corona menyebar di Singapura, Tan langsung menjaga jarak dengan orang-orang, memakai masker, dan melakukan vaksinasi. Seluruh kebijakan pemerintah dia ikuti.

Sampai akhirnya pemerintah Singapura mengumumkan pelonggaran pembatasan dan rencana hidup berdampingan dengan Covid-19, Tan mulai percaya diri untuk kembali bersosialisasi.

Awal bulan ini, Tan makan malam bersama dengan keluarga, termasuk neneknya, meski lonjakan Covid-19 tengah naik-naiknya di Singapura.

Dua hari kemudian, penata grafis itu mengetahui bahwa neneknya dinyatakan positif Covid-19. Dia pun langsung melakukan karantina mandiri sebagai pencegahan, tinggal terpisah sementara waktu dengan suami dan anaknya berusia 2 tahun.

Bagi Tan, hidup berdampingan dengan Covid-19 berarti hidup selamanya bersama ketakutan dan kecemasan terinfeksi SARS-CoV-2.

“Saya cemas setiap waktu, sangat-sangat khawatir setiap waktu, karena tidak akan tahu apa efek permanen yang diakibatkan dari infeksi Covid-19, apalagi ketika Anda hidup dengan anak kecil, kecemasan itu terus hadir di pikiran,” kata Tan seperti dikutip AP dan dilansir CNN, Kamis (30/9/2021).

Sementara itu, Menteri Kesehatan Singapura, Ong Ye Kung, berusaha menghilangkan kekhawatiran masyarakat dengan mengatakan gelombang Covid-19 saat ini adalah sesuatu yang telah diprediksi pemerintah.

Ia mengimbau masyarakat untuk melihat lonjakan ini sebagai ritual peralihan bagi negara yang berharap untuk hidup berdampingan bersama Covid-19. “Kita berada di jalur transisi menuju kehidupan normal baru dengan COVID-19,” kata Ong.

Sementara itu, berbagai pakar menyampaikan bahwa Singapura diam-diam mengakui bahwa strategi nol-Covid yang selama ini diterapkannya bukanlah solusi jangka panjang yang dapat dilakukan.

“Dalam jangka panjang, itu benar-benar akan menjadi norma,” tutur Profesor Tamu Penyakit Menular di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin Tikki Pang.

“Karena saya pikir sebagian besar pemerintah di sebagian besar negara akan menerima kenyataan bahwa virus ini tidak akan hilang, itu akan menjadi endemik dan kita hanya harus belajar untuk hidup dengannya seperti flu.”

Singapura mengalami lonjakan kasus dalam beberapa hari terakhir. Sejak 21 September, kasus positif di negara itu terus terdeteksi lebih dari dua ribu kasus, sebagaimana dilansir dari data Worldometer.

Bagi sejumlah negara dengan penduduk besar, rerata 1.000 kasus Covid-19 terbilang rendah, namun bagi Singapura hal itu mengkhawatirkan.

“Di Singapura, seminggu terakhir ini memang kasusnya di atas seribu. Bahkan dua hari lalu sempat mencapai 1.939. Ini cukup mengagetkan bagi pemerintah Singapura karena mereka memperkirakan maksimum hanya sampai 200, tapi tiba-tiba sampai 1.900,” kata Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo secara terpisah beberapa waktu lalu (KS04)