Batam, Keprisatu.com – Kebijakan penangkapan ikan terukur dan peralihan penerimaan negara bukan pajak dari praproduksi ke pascaproduksi dimulai dan diterapkan awal Januari 2023. Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota diperlukan untuk pemerataan ekonomi di mana Kapal penangkap ikan wajib mendaratkan ikan di pelabuhan pangkalan pada zona perikanan yang ditentukan.
Namun, sejumlah pelaku usaha perikanan tangkap meminta pemerintah menunda kebijakan penangkapan berbasis kuota itu seiring beratnya beban operasional kapal. Selain itu, aspirasi KUKM dan pengusaha perikanan di kabupaten kota juga menolak kebijakan ini.
“Banyak dari kawan kawan pehimpunan pengusaha perikanan yang menolak kebijakan ini. Untuk infrastruktur pelabuhan bongkar ikan terukur di Jembatan dua juga masih belum layak,” demikian tegas Ketua Komisi 2 DPRD Propinsi Kepri, Wahyu Wahyudin saat melakukan sidak di kawasan jembatan 2 golden fish yang bakal dijadikan Pelabuhan ikan terukur oleh Kementrian KKP, Selasa, (27/12/2022).
Wahyu Wahyudin ke lokasi bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Dr. H. T.S. Arif Fadillah, S.Sos., M.Si . Wahyu mengungkapkan dia telah menerima aspirasi masyarakat dan beberapa pengelola perikanan di kabupaten kota mereka keberatan dengan adanya Pelabuhan terukur yang ditunjuk.
Saat ini, pemerintah menunjuk 4 wilayah yang ada di Kepri sebagai lokasi pelabuhan ikan terukur yaitu Anambas, Natuna dan Batam (Punggur dan Jembatan 2).
Terkait kondisi pelabuhan ikan di Jembatan Dua , Wahyu Wahyudin melihat dan menilai sebenarnya belum layak secara keseluruhan.
“Kami akan dorong bagaimana setiap kabupaten kota itu ada pelabuhan ikan terukur . Sehingga jangan sampai dari Karimun , Lingga Bintan dan Tanjungpinang , harus bongkar muatnya di Batam kemudian balik lagi ke daerah masing masing maka mereka harus membayar lagi pajak lebih besar, ini kan repot,” katanya lagi .
Wahyu melanjutkan, kondisi demikian akan membuat harga ikan jadi lebih . Apalagi kata Wahyu inflasi sekarang sedang tinggi . Dengan adanya kondisi seperti itu, maka inflasi ikan juga tinggi. Wahyu memandang pemerintah pusat perlu mempertimbangkan karena setelah dicek di Jembatan Dua ternyata belum memadai sarana dan prasarana.
“Mohon kepada pusat untuk mempertimbangkan . Ini juga perlu dievaluasi dulu lah Bagaimana supaya saat ini sambil menyiapkan kekurangan sarana dan prasarana yang di Jembatan Dua,” ulas Wahyu .
Dimungkinkan , lanjut Wahyu para pengelola perikanan masih bisa membongkar ikannya di tempat tangkahannya masing-masing.
Terkait dengan pnbp dari perikanan terukur ini, Wahyu mengatakan tinggal bagaimana menyusun regulasinya saja. Pemerintah Pusat bisa meminta kepada para nelayan harus transparan berapa kilo yang didapatkan.
Begitu juga harus ada pengawasan dari provinsi ataupun dari kabupaten kota. Karena baik pemprov, pemko atau pembak punya anggota untuk mencatat .
Untuk mencari solusi solusi atas persoalan persoala tersebut, Wahyu mengatakan nanti di Januari akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan beberapa para pelaku usaha perikanan , terutama mereka yang sudah punya tempat pelabuhan di Karimun Bintan dan Tanjungpinang dan Lingga. (KS03)
Editor : TEguh Joko Lismanto