Keprisatu.com – Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemko Batam, Sutjahjo Hari Murti yang tersangkut kasus gratifikasi kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Tanjungpinang, Senin (12/10). Dalam persidangan diketahui bahwa terdakwa Hari Murti kembali meminta uang senilai Rp90 miliar setelah menerima Rp600 juta dari seorang pengusaha berinisial S.
Dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendarsyah Yusuf Permana, Mega Tri Astuti, Yan Elhas Zebua dan Dedi Januarto Simatupang menghadirkan dua orang saksi yakni S dan SG. S merupakan seorang pengusaha yang dipaksa untuk memberikan gratifikasi kepada Hari Murti.
Di hadapan majelis hakim, S menjelaskan bahwa Hari Murti mendatanginya dan menawarkan sejumlah proyek pemerintah dan swasta kepadanya. Kepada S, Hari Murti mengaku merupakan orang yang cukup berpengaruh di Pemko Batam. Menurut Hari Murti, jabatannya sebagai Kabag Hukum Pemko Batam membuat Walikota Batam, HM Rudi selalu meminta referensinya dalam setiap pengambilan kebijakan.
“Saksi menjelaskan bahwa terdakwa ini mengaku kalau dia akan memback up semua proyek di Pemko Batam. Terdakwa juga mengaku akan menggantikan posisi Amsakar Achmad untuk maju mendampingi Rudi di Pilkada tahun ini. Dia juga menekan saksi bahkan mengancamnya,” kata Hendar.
Tak hanya itu saja, lanjut Hendar, saksi juga mengaku mendapatkan penawaran proyek renovasi Pasar Rancaekek di Bandung dari terdakwa. Saat itu, terdakwa meminta uang sebesar Rp600 juta kepada saksi yang diberikan secara bertahap, untuk pengurusan perijinan proyek tersebut.
“Pertama kasih Rp300 juta. Katanya untuk pengurusan perijinan. Dan setelah itu, minta lagi Rp300 juta. Saksi ini sudah curiga dan tidak mau kasih, tapi diancam terdakwa. Terdakwa bilang, kalau tidak dikasih lagi, uang yang Rp300 juta pertama, hilang,” ujar Hendar lagi.
Tak hanya menerima Rp600 juta tersebut, Hari Murti juga meminta uang sebesar Rp85 juta kepada saksi untuk membeli mobil Daihatsu Taft Roxy milik Camat Batam Kota, Aditya Guntur Nugraha. Hari Murti memaksa saksi untuk memberikan uang tersebut dengan alasan bahwa pemilik mobil yang akan dibelinya merupakan calon menantu Walikota Batam sehingga hal tersebut akan memuluskan langkahnya untuk mendapatkan proyek-proyek strategis di Pemko Batam.
“Padahal saudara A (Aditya) ini tidak pernah meminta terdakwa untuk membeli mobilnya. Tapi, terdakwa memaksanya dan meminta uang itu kepada saksi. Alasannya ya begitu, bilang ini calon menantu walikota, pasti akan bantu back up proyek-proyek juga. Jadi, terdakwa ini selalu menggunakan jabatannya dan menjual nama pimpinan dalam menjalankan aksinya,” kata Hendar.
Tak cukup samapai di situ, Hari Murti juga meminta uang senilai total Rp90 miliar kepada saksi S. Uang tersebut diakui terdakwa agar S dapat memperoleh semua proyek-proyek di lingkungan Pemko Batam. “Tapi kan sebenarnya itu janji-janji kosong terdakwa aja agar dapat uang dari saksi S,” ujar Hendar.
Hendar juga menegaskan bahwa kasus yang menjerat Hari Murti saat ini murni merupakan kasus dugaan gratifikasi, bukan suap. Hal ini terlihat dari peran aktif terdakwa dan juga tekanan serta ancaman-ancaman yang dilayangkan terdakwa kepada saksi S.
“Ini jelas berbeda dengan perkara suap. Ini murni gratifikasi, jadi jangan dibelok-belokkan. Dalam persidangan juga terungkap bahwa saksi merasa diancam oleh terdakwa dan saksi tidak pernah meminta proyek apapun kepada terdakwa. Tetapi, terdakwalah yang sangat aktif menyodorkan janji-janji proyek kepada saksi,” ujar Hendar.
Sidang lanjutan perkara gratifikasi dengan terdakwa Hari Murti ini akan kembali digelar pada pekan depan. JPU kembali akan menghadirkan saksi-saksi untuk membuktikan dakwaannya, dimana Hari Murti didakwa dengan pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(ks09)