Keprisatu.com – Sidang tuntutan terhadap dua perempuan yang diduga menyiksa asisten rumah tangga (ART) bernama Intan kembali menyeruak ke publik setelah Pengadilan Negeri Batam menggelar persidangan pada Senin siang (1/12/2025).
Nuansa kekerasan yang selama ini tersembunyi di balik kemewahan sebuah rumah elit di Sukajadi pun mencuat, memantik perhatian luas masyarakat. Jaksa Penuntut Umum Aditya Syaummil dalam persidangan tersebut menyampaikan tuntutan pidana yang cukup berat kepada kedua terdakwa, Roslina dan Merliyati Loru Peda.
Aditya menilai perbuatan keduanya telah menimbulkan luka fisik dan psikis mendalam bagi korban, sehingga tuntutan harus mencerminkan rasa keadilan. Dalam uraian tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Roslina dan 7 tahun penjara kepada Merliyati.
“Tidak ada alasan meringankan bagi terdakwa Roslina. Ia berbelit, tidak mengakui perbuatannya, dan korban mengalami trauma serta luka berat. Korban juga tidak memaafkannya,” tegas Aditya di hadapan majelis hakim.
Terungkap dalam persidangan bahwa rangkaian kekerasan terhadap Intan terjadi sejak Desember 2024 hingga Juni 2025. Selama kurun waktu itu, Intan disebut kerap menjadi sasaran kemarahan Roslina dengan alasan yang tak rasional, hingga akhirnya kasus ini terbongkar dan bergulir ke meja hijau.
Ia mengalami berbagai bentuk penyiksaan: dipukul, dijambak, ditendang, hingga dibenturkan kepalanya ke dinding. Pada 10 Juni 2025, Roslina didakwa menonjok mata Intan hingga bengkak dan memukul wajahnya berkali-kali. Dua pekan setelahnya, pada 21 Juni 2025, giliran Merliyati menyiksa korban dengan menyetrum wajahnya menggunakan raket listrik.
Barang-barang rumah tangga berubah menjadi alat penyiksaan –raket nyamuk, serokan sampah, kursi lipat, hingga ember plastik. Intan juga dipaksa membuat video pengakuan serta menulis “buku dosa” setiap kali dianggap bersalah.
Visum et Repertum Nomor 57/RSE-BTM Kota/VI/2025 yang ditandatangani dr Reza Priatna, Sp.FM, menunjukkan kondisi luka Intan: memar di seluruh tubuh, luka robek di bibir, darah merembes di bawah jaringan wajah, luka bakar akibat setrum, serta anemia akibat kekerasan berulang. “Korban mengalami rasa sakit dan tidak dapat bekerja untuk sementara waktu,” ujar jaksa Arfian dalam dakwaan sebelumnya.
Jaksa Adit menegaskan kedua terdakwa terbukti melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga yang menyebabkan luka berat, sesuai Pasal 44 ayat 2 UU PKDRT, dilakukan berlanjut (Pasal 64 ayat 1 KUHP), dan turut serta (Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP).
Untuk Merliyati, jaksa menilai perbuatannya memperparah kondisi fisik dan psikis korban serta menimbulkan penderitaan mendalam, sehingga berdampak luas secara sosial. Namun, ada beberapa hal yang meringankan, yakni pengakuan, rasa penyesalan, dan permintaan maaf yang telah diterima korban.
Jaksa juga meminta seluruh barang bukti dirampas negara, termasuk dua ponsel, kontrak kerja atas nama Merliyati, buku dosa, raket listrik, serokan sampah, hingga kursi lipat merah yang dipakai untuk menganiaya korban.
Majelis hakim yang dipimpin Andi Bayu Mandala Putra, dengan anggota Douglas Napitupulu dan Dina Puspasari, menjadwalkan sidang lanjutan pada Kamis (4/12/2025) dengan agenda pembacaan pledoi dari penasihat hukum kedua terdakwa.
Kasus Intan –ART muda yang disiksa dalam rumah mewah, dipaksa bungkam, dan akhirnya diselamatkan oleh tetangga yang curiga– menjadi cermin kelam praktik kekerasan domestik yang kerap tersembunyi di balik pagar tinggi kawasan elit. (tjo)
Editor : Teguh Joko Lismanto




