Terkait kepemilikan lahan di sana , Anggota DPRD Kepri itu telah memenuhi panggilan dari Polda Kepri yang telah memanggil Taba Iskandar untuk dimintai klarifikasi atas kepemilikan lahan di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam.
“Benar saudara Taba dipanggil untuk klarifikasi tentang kepemilikan lahan miliknya di Rempang. Karena tugas Ditkrimsus mendata semua kegiatan usaha baik perusahaan maupun perorangan,” kata Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Nasriadi, Rabu (13/9/2023).
Saat dilakukan klarifikasi tersebut, Nasriadi mengatakan jika Taba mengakui memiliki lahan di Rempang. Tanah itu telah diserahkan ke negara.
Taba Iskandar juga telah koperatif mendatangi Polda Kepri Rabu (13/09/2023) untuk menjalani pemeriksaan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri.
Taba menjelaskan pemanggilan itu terkait kepemilikan lahan miliknya di Pulau Rempang, Kecamatan Galang.
“Semalam saya terima undangannya melalui WhatsApp. Sekarang saya sudah terima aslinya,” kata mantan Ketua Dewan DPRD Kota Batam periode 2000-2004 usai menjalani pemeriksaan.
Dalam wawancara cegat yang dilakukan awak media , Taba Iskandar secara rinci menjelaskan perihal pemanggilan tersebut .
Taba menyebut, pemeriksaan tersebut berlangsung usai dia mengungkap isi Memorandum of Understanding (MoU), antara Badan Pengusahaan (BP) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dengan PT Mega Elok Graha (MEG).
Taba mengakui, memiliki lahan di Pulau Rempang sekitar 1.800 meter persegi. Lahan itu didapat dari rekannya yang merupakan mantan kepala desa (kades) di sana. Namun, kini sudah meninggal dunia.
“Lahan itu saya tidak beli. Ada mantan Kades dulu berhutang kepada saya, terus dia bayar saya dengan lahan itu,” tutur Taba.
Kemudian lahan itu tidak dimanfaatkan sekitar 20 tahun. Ini lantaran Taba tahu bahwa status lahan di sana adalah status quo. Baru pada tahun 2021 kemarin, ia memanafaatkan lahan tersebut sebagai kebun durian.
Pemanfaatan itu juga dibantu dengan masyarakat sekitar yang merawat dan menjaga kebun tersebut.
“Namun ternyata setelah dicek, kebun saya itu berada di Hutan Produksi yang dapat dikonfersi (HPK) , jadi bukan hutang lindung,” lanjutnya.
“Berarti saya tidak mempunyai hak atas tanah itu. Kalau negara membutuhkan, silakan ambil,” tambah anggota DPRD Kepri itu.
Taba menegaskan, ia siap dan telah menantangani pernyataan akan menyerahkan tanah itu kepada negara. Bukan kepada BP Batam.
Pasalnya, ia memahami persis perjalanan legalitas Pulau Rempang itu tidak tahu sejak kapan BP Batam memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di sana.
“Di surat pernyataan, saya menyerahkan ke negara. Awalnya di surat kepada BP Batam, saya tidak tahu apakah BP Batam memiliki HPL di tanah itu. Maka saya keberatan. Akhirnya saya tanda tangani menyerahkan kepada negara,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi kinerja Polda Kepri yang memeriksanya karena setidaknya telah mendata para penggarap di tanah Rempang.
Karena seharusnya, penanganan polemik di Rempang harus memisahkan antara penggarap lahan sepertinya dengan warga tempatan atau masyarakat adat Rempang.
“Jangan digabung masalah dengan penduduk tempatan. Penggarap seperti saya ya tangani dengan tegas. Tetapi, penduduk tempatan perlakukan dengan adil dan manusiawi. Mereka bukan Ruli. Maka konsep relokasi menjadi tidak tepat,” ucapnya lagi.
Sementara itu, berdasarkan surat pemanggilan Ditreskrimsus Polda Kepri nomor B/2143/IX/RES.5./2023/Ditreskrimsus, pemanggilan Taba Iskandar atas dugaan Tindak Pidana “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau Penataan ruang dan/atau Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan” yang berlokasi di Kecamatan Galang Kota Batam Provinsi Kepri.
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan/atau Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan/atau sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. (KS03)
Editor : Tedjo