Beranda Batam Pengelolaan Labuh Jangkar di Kepri, Taba Iskandar: Tidak Perlulah Mempersulit Daerah

Pengelolaan Labuh Jangkar di Kepri, Taba Iskandar: Tidak Perlulah Mempersulit Daerah

175
0
Taba Iskandar

Keprisatu.com – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM, Moh Mahfud MD telah menandatangani  Surat Bernomor B 207/DN.00.01/12/2021 tertanggal 20 Desember 2021, tentang kewenangan pengelolaan pelayanan kepelabuhanan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Dalam surat tersebut dikatakan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau diberikan hak dan kewenangan untuk mengelola jasa labuh jangkar/ parkir ruang laut 0-12 mil laut.

BACA JUGA : https://keprisatu.com/kepri-diizinkan-kelola-jasa-labuh-jangkar-oleh-menkopolhukam/

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) H Taba Iskandar meminta Pemerintah Pusat menunjukkan ketaatannya kepada hukum terkait wewenang pengelolaan jasa labuh jangkar di Kepri.

“Dari regulasi sudah sangat kuat. Di Undang-undang 23 Tahun 2014 tercantum dengan jelas kewenangan di wilayah laut provinsi itu 0-12 mil untuk mengelola dan mengeksplorasi kecuali masalah minyak dan gas bumi,” ujar Taba Iskandar,  Rabu (12/01/2022).

Ditambahkannya lagi, bahwa berbicara potensi yang ada di Kepri yang 98 % lautan, maka sudah  semestinya pemerintah pusat menyerahkan pengelolaan semua potensi kelautan kepada Pemerintah Propinsi Kepri. Bahkan direncanakan akan ada PAD dari sektor pengelolaan labuh jangkar diatas Rp 200 miliar, namun karena belum bisa dimasukkan di APBD 2022 sebagai PAD karena belum ada kejelasan.

“Kita ini hidup di laut, jadi semestinya tidak perlulah mempersulit daerah untuk berkembang dan mengelola potensi kelautan , kecuali dua hal minyak dan gas itu memang diserahkan ke pusat. Kalaulah kita bisa membantu diri sendiri, tentu pusat juga tidak perlu lagi banyak membantu transfer ke kas daerah karena kita sudah memiliki sumber pendapatan lain dari sektor labuh jangkar ini,” kata Taba.

Menurut Taba, surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 dimana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang Pemprov Kepri untuk memungut restribusi dari sektor labuh jangkar itu bertentangan dengan regulasi yang ada.

“Makanya kita menyiapkan langkah-langkah, dan berkoordinasi dengan Kementerian Polhukam yang kemudian meninjau ke lapangan hingga keluar lah surat itu,” jelas politisi Partai Golkar ini.

Pada 20 Desember 2021 lalu, Menko Polhukam Mahfud MD meneken surat nomor B-207/DN.00.01/12/2021 yang menyatakan Pemprov Kepri berhak dan berwenang mengelola jasa labuh jangkar/ parkir ruang laut 0-12 mil.

Namun surat itu, lanjut Taba, belum bersifat eksekusi. “Dalam peraturan hukum itu kan ada yang mengatur dan ada yang berbentuk keputusan. Yang kita perlukan adalah keputusan dari Kementerian Perhubungan,” tambahnya.

Menurutnya, tidak ada alasan Pemerintah Pusat menolak pengelolaan jasa labuh jangkar oleh Pemprov Kepri.

“Karena dari letak geografis, potensi kita di laut. Kalau di laut kita tidak boleh mencari makan, bagaimana mau hidup dan mensejahterakan,” tegas Taba.

Kini, anggota DPRD Kepri yang dikoordinatori oleh Taba sudah mempersiapkan langkah lanjutan untuk mengejar keputusan dari Kemenhub soal wewenang pengelolaan jasa labuh jangkar oleh Pemprov Kepri.

“Paling tidak ada 3 kegiatan,  pertama yaitu konsolidasi internal tim yaitu DPRD dan pemerintah provinsi untuk menyatukan sikap dan langkah yang harus dilakukan atau action plan,” urainya.

Selanjutnya adalah melakukan audiensi dengan seluruh anggota parlemen dari Kepri yang duduk di DPD maupun DPR RI.

“Itu ada 8 orang dan ada juga yang duduk di komisi terkait di Kementerian Perhubungan. Kita perlu masukan dari mereka bagaimana langkah itu biar efektif,” kata Taba.

Sehingga kedua langkah itu, diharapkan komisi terkait dapat memanggil Kemenhub agar mengeksekusi surat dari Menko Polhukam.

Rencana kegaitan ini, kata Taba, seyogianya tuntas di Januari 2022 dan didapatkan titik terang dari Kemenhub.

Namun yang masih menjadi kendala menurut Taba adalah belum ada konfirmasi dari Dinas Perhubungan Kepri terkait pelaksanaan rencana itu.

“Mereka itu kan pemerintah, semua kegiatan itu harus jelas anggarannya ada atau tidak. Nggak bisa sembarangan, haruslah ada backup atau anggaran yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan itu dan legal,” jelas Taba. (KS03)

Editor : Tedjo