Keprisatu.com – Siapa sangka di Pulau Boyan yang terletak di Kelurahan Pulau Buluh Kecamatan Bulang, Kota Batam menyimpan sejarah penting. Di sana ternyata terdapat peninggalan sejarah di era kependudukan bangsa Belanja pada masa silam.
Menuju ke Pulau Boyan dari Kota Batam tidaklah membutuhkan waktu yang lama. Perjalanan hanya ditempuh 15 menit menggunakan kapal cepat (speed boat) dari pelabuhan Rakyat Sagulung.
Tidak butuh waktu lama, ternyata ada sesepuh dan juga warga di Pulau Boyan yakni Ena. Ia sudah menetap di pulau tersebut bersama suami sejak tahun 1960 silam.
“Waktu saya datang kesini, masih ada bekas peninggalan bangunan Belanda, seperti terowongan, penjara, tempat meriam dan bekas rumah. Dulu jalan semen masih bisa dilewati mobil,” kata Ena, kemarin.
Kata Ena, di pulau ini, dulunya menjadi markas Belanda dan terdapat lubang tempat persembunyian. Tidak hanya itu saja, ada juga bekas bangunan yang difungsikan seperti kolam renang yang keberadaannya persis di tepi laut.
“Kalau air lautnya surut, bangunan itu berisikan air dan dijadikan kolam renang. Memang saya tidak pernah jumpa sama orang Belanda, tapi selalu diceritakan oleh orangtua disini dan juga dapat cerita dari almarhum suami saya,” ujarnya
Ena merupakan orang yang paling tua di Pulau Boyan itu menyayangkan saat ini makin sedikit dinding batunya. “Mungkin karena rubuh dan batunya banyak dijual oleh masyarakat disini,” ucapnya
Kepala Disbudpar Kota Batam, Ardiwinata, juga mengikuti bersama Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disbudpar Kota Batam, Muhammad Zen dalam ekspedisi untuk mengungkap sejarah peninggalan Belanda di Pulau Boyan tersebut. Ia mengatakan, berdasarkan cerita turun temurun, Pulau Boyan diperkirakan menjadi tempat bagi Belanda melakukan pemantauan wilayah perbatasan di daerah yang diduduki sesuai Traktat London.
Dalam penelusuran tersebut, Ardi menemukan tiga situs atau bekas bangunan yang diperkirakan menjadi tapak pos pemantauan, ada bekas kantor, dan tapak meriam.
“Sejarah-sejarah semacam ini yang akan terus kami gali,” katanya.
Ia menjelaskan, kumpulan jejak sejarah Belanda di Pulau Boyan akan diceritakan dan menjadi koleksi Museum Batam Raja Ali Haji, tepatnya di Khazanah masa Belanda. Bagi pengunjung yang ingin melihat langsung bekas bangunan, juga dapat langsung datang ke Pulau Boyan.
Tak berhenti di situ, Disbudpar juga berencana menelusuri jejak sejarah peninggalan Belanda di Pulau Sambu, Kecamatan Belakangpadang. Pulau ini dulunya dikontrak dan digunakan oleh Belanda sejak Kesultanan Riau Lingga dan berakhir tahun 1976.
Sementara Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Batam, Anasrudin, mengatakan, Pulau Boyan memang mempunyai jejak sejarah yang berkaitan dengan masa penjajahan Belanda di Tanah Air. Karena itu, TACB siap menerima laporan dari organisasi atau masyarakat, tentang potensi cagar budaya lain yang mungkin belum ditemukan.
“TACB Kota Batam siap bekerja untuk mengkaji bukti-bukti yang ada,” ucapnya.
Anas menyampaikan, saat ini Kota Batam sudah mempunyai TACB. Sehingga, masyarakat yang menjumpai benda-benda yang kemungkinan merupakan peninggalan sejarah atau benda cagar budaya, dapat melaporkanya atau mendaftarkannya melalui Disbudpar Kota Batam.
“Dari data tersebut, TACB akan mengkaji dan menggelar rapat. Kategori cagar budaya sendiri, nantinya dinilai berdasarkan lama tahun suatu barang, nilai pentingnya, dan juga bentuknya,” pungkasnya.(KS10).
Editor : Tedjo