Batam, Keprisatu.com – Belakangan , kawasan perkantoran di Kota Batam kerap dipenuhi dengan aktivitas demonstrasi. Namun, aksi demo ini bukan dari warga Batam, mereka adalah warga Afganistan yang berdemo.
Rutinnya para imigran asal Afghanistan melakukan aksi unjuk rasa dengan cara turun ke jalan serta memblokade salah satu perumahan mewah yang ada di Kota Batam, menjadi perhatian serius masyarakat Batam.
Selain meresahkan, masyarakat juga mengusulkan kepada pemerintah agar tempat penampungan bagi para imigran tersebut dipindahkan ke pulau yang berada diluar kota Batam.
Sejak libur bersama Hari Raya Idul Fitri Tahun 2022, tercatat sudah empat kali para imigran itu melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Pemerintah Kota Batam.
Dalam melakukan aksinya, para imigran tersebut melakukannya berpindah-pindah, seperti di kantor Pemko Batam, DPRD Batam dan juga Imigrasi Batam.
Pekan lalu, LSM Lingkaran Amanah Rakyat (LIAR) Kota Batam sempat bersitegang dengan peserta aksi unjuk rasa (Unras) asal Afghanistan di depan kantor Wali Kota Batam, Selasa (17/5/2022).
Pasalnya, peserta aksi unras tersebut dalam menyampaikan tuntutannya, memblokade pintu masuk kantor Pemko Batam. Akibatnya, masyarakat yang ingin masuk kedalam kantor pimpinan Wali Kota Batam, H M Rudi menjadi terhalang.
Pembina LSM LIAR Kota Batam, Aksa Halatu mengatakan aksi unjuk rasa dengan cara memblokade pintu masuk instansi pemerintahan tidak diperbolehkan.
“Aksi itu telah berulang-ulang kali mereka lakukan, dan itu salah. Mereka tidak berhak melakukan aksinya seperti ini di negara kita,” ujar Aksa usai kegiatan.
Pihaknya sangat menyayangkan hal itu terjadi. Hal itu dikarenakan rakyat Indonesia baru saja mengalami pandemi Virus Corona (Covid-19) yang sejak dua tahun belakangan meluluhlantakkan perekonomian Indonesia maupun dunia.
“Saat ini, ketika bangsa kita baru mulai mau bangkit dari keterpurukan ini, ternyata mereka (imigran asal Afghanista_red) bikin ulah di negara kita dengan terus-terusan melakukan aksi demo,” ucap Aksa dengan nada kesal.
Meskipun aksi unjuk rasa sebagai upaya menyatakan pendapat sah dalam sebuah negara berdemokrasi. Apalagi, Undang-lUndang turut mengaturnya. Hanya saja, dalam melakukannya tetap ada aturan yang harus dipatuhi. Sehingga dalam menyampaikan pendapat tidak merugikan pihak lain utamanya masyarakat.
Berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 terkait unjuk rasa hanya merujuk kepada Warga Negara Indonesia, dan bukannya WNA. Sedangkan UU Nomor 8 Tahun 1998 menyatakan bagi warga negara Indonesia yang demo minimal 3 x 24 memberitahukan kepada pihak Kepolisian. (KS03)
Editor : Tedjo