Beranda Bisnis Pengenaan Pajak Digital di Indonesia Dihadang AS

Pengenaan Pajak Digital di Indonesia Dihadang AS

68
0
Sri mulyani
pajak digital/ilustrasi/ortax.org
Sri mulyani
pajak digital/ilustrasi/ortax.org

Keprisatu.com –  Pengenaan Pajak Penghasilan digital di Indonesia tak berjalan mulus. Rencana pemerintah menerapkan pajak bagi perusahaan digital itu terhalang resistensi dari Amerika Serikat lewat G20.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan hingga saat ini belum ada kesepakatan terkait pajak digital dalam negara-negara yang tergabung pada G20 karena Amerika Serikat (AS) belum setuju.

“Sebetulnya diharapkan Juli sudah ada kesepakatan tapi dengan AS lakukan langkah untuk tidak menerima dulu maka perlu upaya tambahan,” katanya dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (20/7/2020).

Tak hanya itu, Sri Mulyani menuturkan saat ini juga belum ada kesepakatan mengenai prinsip-prinsip pajak digital meskipun Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah menemukan dua pilar pendekatan.

“OECD sudah sampaikan dua pilar sebagai approach dalam menentukan bagaimana international taxation di bidang digital disepakati,” ujarnya.

Ia menjelaskan pilar pertama berfokus pada pembagian hak pemajakan dengan melakukan analisis secara menyeluruh dan mendalam untuk menentukan alokasi laba dan nexus yang baru.

“Hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital dan borderless. Jadi bagaimana membagi penerimaan pajak terutama untuk PPh atau pajak profit itu antar negara berdasarkan mereka operasinya di berbagai negara,” jelasnya.

Pilar kedua adalah Global Anti Base Erosion Tax yaitu merupakan ketentuan dalam berupaya menanggulangi permasalahan BEPS yang belum diatur dalam BEPS Action Plan.

Pilar ini memberikan hak pemajakan tambahan kepada suatu yurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dari tarif pajak efektif atau tidak dipajaki sama sekali oleh yurisdiksi lainnya.

“Karena ada praktik terutama di negara atau yurisdiksi yang selama ini bisa memberikan fasilitas perpajakan sangat ringan dan tidak bisa disaingi negara biasa yang harus hadapi banyak kebutuhan penerimaan negara,” katanya.

Sri Mulyani menyatakan negara-negara anggota G20 akan terus membahas mengenai kedua pilar tersebut karena dalam pandemi COVID-19 transformasi digital menjadi akseleratif.

“Oleh karena itu pentingnya untuk persetujuan antar anggota G20 atau secara global terhadap international tax regime terutama terkait digital ekonomi jadi sangat penting,” katanya. (KS 10)

***