Beranda Nasional KPK Mulai Sidik Kasus Kuota Haji Era Yaqut

KPK Mulai Sidik Kasus Kuota Haji Era Yaqut

Jakarta, Keprisatu.com – Kasus kuota haji era eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut kini tengah menjadi perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyidikan resmi.

Lembaga antirasuah bahkan sudah menggeledah kediaman Gus Yaqut di Jakarta terkait dugaan penyimpangan pembagian kuota haji tambahan 2024. Kasus ini diduga menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun.

Namun, di balik sorotan hukum tersebut, penyelenggaraan haji 2024 justru mencatat sejumlah keberhasilan. Salah satunya adalah efisiensi anggaran yang mencapai lebih dari Rp 600 miliar. Penghematan ini berpengaruh besar terhadap penurunan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 2025.

Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkap capaian tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024). Rapat yang juga dihadiri perwakilan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, BPKH, dan Garuda Indonesia itu menjadi forum pertanggungjawaban penyelenggaraan haji.

“Dapat disampaikan bahwa perhitungan sementara dana efisiensi, sebelum dilakukan pemeriksaan oleh BPK, tercatat sebesar Rp 601.297.789.718,” kata Menag Nasaruddin Umar.

Selain efisiensi, tingkat kepuasan jemaah juga mencatat angka positif. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) pada 2024 mencapai 88,20 atau kategori “sangat memuaskan”. Angka tersebut merupakan peringkat kedua tertinggi sejak 2012, hanya kalah dari capaian tahun 2022.

Kepuasan ini kian bermakna karena jumlah jemaah Indonesia bertambah 20.000 orang, hasil lobi Presiden Joko Widodo kepada pemerintah Arab Saudi. Dengan total 241.000 jemaah, kualitas layanan tetap terjaga meski beban penyelenggaraan meningkat hampir 10%.

BPS menilai Kementerian Agama berhasil melakukan inovasi, mulai dari peningkatan fasilitas akomodasi, transportasi, hingga layanan kesehatan. Semua itu berkontribusi pada kepuasan jemaah haji.

Meski demikian, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, menekankan perlunya evaluasi, terutama soal kepadatan di Mina. Menurutnya, luas area yang terbatas membuat ruang per jemaah hanya sekitar 80 cm², sehingga menimbulkan antrean panjang di toilet dan mengurangi kenyamanan.

“Dengan luas Mina 172.000 m² maka ruang yang tersedia hanya 80 cm² per jemaah, ini sangat sempit sekali. Yang paling menyedihkan, antrean toilet atau kamar mandi sangat mengular sekali panjangnya,” ujar Anwar Abbas di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Buya Anwar mengusulkan pembangunan fasilitas vertikal di Mina, mengingat perluasan horizontal sulit dilakukan. Ia menilai evaluasi berbasis analisis matematis, perbandingan luas area dengan jumlah jemaah perlu dijadikan acuan untuk perbaikan di masa depan.

KPK Tegaskan Tidak Ada Muatan Politik

Di sisi lain, KPK menegaskan penyidikan dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024 murni penegakan hukum. Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menolak tudingan bahwa ada kepentingan politik di balik kasus ini.

“Terkait dengan masalah penanganan perkara ini ada kaitannya dengan hal-hal lain dengan masalah politik, tentunya kami tidak masuk ke area itu. Kami hanya melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi,” ujar Asep di gedung Merah Putih KPK, Kamis (14/8/2025).

KPK menemukan adanya pelanggaran terhadap aturan pembagian kuota yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Aturan itu menetapkan pembagian 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.

Namun, Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2025 yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas mengubah skema menjadi 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus. Perubahan inilah yang menjadi pintu masuk penyelidikan, termasuk dugaan adanya aliran dana dari asosiasi kepada oknum di Kementerian Agama.

Asep menambahkan, bila pembagian kuota dijalankan sesuai aturan, tambahan kuota 20 ribu jemaah yang diberikan Arab Saudi akan membantu mempersingkat waktu tunggu haji yang rata-rata sudah mencapai 15 tahun.

“Seharusnya kalau itu dilaksanakan dengan baik sesuai Undang-Undang, mungkin kuotanya juga akan tetap diberikan tambahan. Niatan awalnya, permintaan kuota itu kan untuk memperpendek antrean,” jelas Asep.

Kasus kuota haji era Gus Yaqut kini menjadi ujian besar bagi penyelenggaraan haji di Indonesia. Di tengah capaian efisiensi Rp600 miliar dan kepuasan jemaah yang tinggi, proses hukum ini akan menentukan arah transparansi dan akuntabilitas pengelolaan ibadah haji ke depan. (*)
Sumber liputan6