Keprisatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur di Sulawesi Tenggara, Andi Merya Nur (AMN) sebagai tersangka. Dugaannya rasuah pengadaan barang dan jasa di pemerintah kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. KPK juga menetapkan Kepala BPBD Kolaka Timur, Anzarullah (AZR) sebagai tersangka dalam kasus serupa.
“Setelah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di Jakarta, dilansir dari republika.co.id, Rabu (22/9).
Dia menjelaskan, kedua tersangka diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (21/9) lalu. Dalam kegiatan itu, KPK mengamankan enam orang termasuk kedua tersangka serta tiga ajudan bupati berinisial AT, NR dan MW ditambah suami bupati Kolaka Timur, MD.
Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan Rp 225 juta dari tangan para tersangka yang niatnya akan diberikan tersangka Anzarullah kepada Andi Merya Nur. Kegiatan OTT itu dilakukan saat Anzarullah meninggalkan rumah jabatan kepala daerah untuk menyerahkan uang tersebut ke ajudan bupati.
Perkara bermula saat kedua tersangka menyusun proposal dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Uang yang dimaksud berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Kedua tersangka lantas mendatangi BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan tersebut. Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur kemudian memperoleh dana hibah RR senilai Rp 26,9 miliar dan hibah DSP sebesar Rp 12,1 miliar.
Tersangka Anzarullah kemudian meminta tersangka Andi Merya Nur agar beberapa pengerjaan proyek dari dana hibah tersebut dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta. Proyek lainnya yakni belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
“Tersangka AMN menyetujui permintaan AZR tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen,” kata Ghufron lagi.
Dia melanjutkan, sebagai realisasi kesepakatan, Andi Merya Nur diduga meminta uang Rp 250 juta atas 2 proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah itu. Anzarullah kemudian menyerahkan uang Rp 25 Juta lebih dahulu kepada Andi Merya Nur.
“Sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari,” katanya.
Ghufron mengatakan, kedua tersangka akan ditahan untuk 20 hari pertama hingga 11 Oktober mendatang untuk proses penyidikan. Tersangka Andi Merya Nur ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih sedangkan tersangka Anzarullah ditempatkan di Rutan KPK Kavling C1.
“Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan masing-masing,” katanya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka Anzarullah sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan tersangka Andi Merya Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (KS03)