Beranda Batam Keresahan Warga Pasca Jebolnya Pagar Kandang Buaya di Batam

Keresahan Warga Pasca Jebolnya Pagar Kandang Buaya di Batam

123
0
Ilustrasi buaya

Batam, Keprisatu.com – Hari-hari ini seharusnya menjadi musim untuk menangkap ikan dingkis bagi nelayan di Kecamatan Bulang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Alih-alih, mereka justru harus berburu buaya muara buntut jebolnya tempat penangkaran buaya milik PT. Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan, Batam.

Peristiwa jebolnya kolam penangkaran terjadi pada 13 Januari, setelah wilayah setempat diguyur hujan lebat selama beberapa hari. Sejak saat itu, nelayan menemukan buaya muara bermunculan di sekitar pulau.

Jebolnya lokasi penangkaran jelas merugikan para nelayan. Selain mengganggu aktivitas melaut, waktu mereka juga terkuras untuk menangkap hewan reptilia semiakuatik itu. Oleh karena itu, mereka pun meminta perusahaan memberi kompensasi untuk mengganti waktu mereka yang hilang.

“Jangankan melaut, beraktivtas di pesisir pulau saja was-was. Siapa yang bisa mengendalikan anak-anak kami, bagaimana kalau ada korban, siapa yang menawarinya,” kata Muhammad Sapet, Ketua Nelayan Pokmaswas Pulau Buluh, Jumat (7/2/2025)

Saat ini, kata Sapet, perusahaan seperti Lepas Tangan tidak ada memberikan bantuan kepada kompensasi nelayan yang terdampak. “Nggak usahlah kompensasi duit, kasih sembako ke keluarga nelayan saja sudah cukup.”

Rata-rata kata Sapet, satu keluarga di pesisir Kecamatan Bulang ini bisa mendapatkan penghasilan melaut minimal Rp200 ribu satu hari. Itu jika hari biasa, bukan musim dingin seperti sekarang ini.

Sapet juga meminta pemerintah daerah ikut menekan perusahaan agar bertanggung jawab terhadap kejadian ini. Termasuk DPRD setempat dengan memanggil pihak terkait melalui rapat dengar pendapat (RDP).

PIhak DPRD Kota Batam sendiri telah meninjau lokasi penangkapran tersebut. Hasilnya, fasilitas tersebut dinilai kurang aman. “Kami melihat banyak yang janggal disitu, hanya ada pagar dan tembok saja sebagai pembatas, jadi terlihat kurang safety. Padahal ini disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara,” kata Wakil Ketua DPRD Batam, Aweng Kurniawan .

Temuan lainnya, pihak PT PJK juga tidak bisa menunjukkan legalitas dan laporan tahunan ketika diminta. Menurut Aweng, meski masalah tersebut menjadi kewenangan Provinsi Kepri, meski demikian akan tetap memanggil perusahaan dan membawa dokumen legalitas mereka karena peristiwa itu dinilai meresahkan.

Aweng juga meminta perusahaan memberi kompensasi kepada nelayan yang tidak bisa melaut akibat kejadian ini. “Bayangkan saja sekarang sedang musim ikan dingkis yang harganya sedang naik, nelayan tidak bisa melaut dan mencari rezeki, menafkahi anak dan istri mereka, ini untung belum ada korban.” (KS03)