Beranda Kriminal Jaksa Hentikan Penuntutan Tersangka Penjual Telur Penyu

Jaksa Hentikan Penuntutan Tersangka Penjual Telur Penyu

Para pihak berfoto usai penyelesaian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, di halaman Kantor Kejari Batam. Foto : Kejari Batam
Para pihak berfoto usai penyelesaian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, di halaman Kantor Kejari Batam. Foto : Kejari Batam

Keprisatu.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam melakukan penghentian penuntutan atas perkara perbuatan mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi khususnya telur penyu dengan tersangka Janiar alias Etek Niar, Rabu (7/10). Penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan keadilan restoratif guna mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Batam, Novriadi Andra melalui Penuntu Umum Kejari Batam, Herlambang Adhi Nugroho menjelaskan, perkara ini berasal dari tangkapan yang dilakukan pihak Polda Kepri terhadap salah seorang pelaku lainnya di daerah Nagoya pada Januari 2020 lalu. Dalam penyelidikan dan penyidikan diketahui bahwa telur penyu tersebut berasal dari Janiar yang berada di Tanjungpinang.

“Tersangka ini berjualan sepatu di Toko Malindo, Tanjungpinang. Tapi, kadang-kadang, yang bersangkutan juga berjualan telur penyu, yang didapatnya dari Mamak Mia, di Tambelan,” kata Herlambang, Rabu sore.

Herlambang menjelaskan, Janiar menjual telur penyu dengan keuntungan sebesar Rp1.000-2.000 per butir. Saat ditangkap, polisi juga mengamankan barang bukti berupa 220 butir telur penyu sisik dan 446 butir telur penyu hijau. Dari hasil pemeriksaan diketahui, Janiar membeli telur penyu tersebut seharga Rp2.000-3.000 per butir. Ia akan menjualnya kembali dengan harga Rp4.000-5.000 per butir.

Setelah penyidikan selesai, maka pihak penyidik melimpahkan berkas penyidikan beserta tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum Kejari Batam, Rabu pagi. Setelah menerima pelimpahan tersebut, penuntut umum memutuskan untuk melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), dengan ketentuan-ketentuan yang ada.

“Penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Keadilan Restoratif ini sendiri adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan,” ujar Herlambang.

Menurut Herlambang, terdapat 3 syarat prinsip yang harus terpenuhi untuk dilakukannya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2.500.000.

“Tersangka melanggar pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam hal ini, kami sebagai fasilitator, dan tersangka memenuhi ketiga syarat tersebut,” kata Herlambang lagi.

Mengingat dalam perkara ini yang menjadi korban adalah pemerintah atau negara, maka pihak Kejari Batam mengundang Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau sebagai perwakilan negara. Dari hasil proses perdamaian, disepakati bahwa perkara tersebut dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dengan beberapa syarat.

Tersangka yang memperoleh penghentian penuntutan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi khususnya telur penyu, berjanji akan ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan larangan mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi khususnya telur penyu, dan tersangka akan melakukan sosialisasi dengan cara membagikan 500 leaflet dan 100 poster di tempat-tempat umum, seperti pelabuhan, bandara, mall, pasar, dan lainnya selama satu bulan.

“Dan tersangka wajib mendokumentasikan dan melaporkan kepada kami sebagai jaksa penuntut umum, penyidik kepolisian Polda Kepri dan BKSDA Riau. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka proses perkara akan dilanjutkan ke pengadilan,” ucap Herlambang.

Saat ini, lanjut Herlambang, pihak Kejari Batam tengah mengajukan Surat Penghentian Penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri. Selain itu, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pada kasus ini merupakan yang pertama kali di Kepri.(ks09)