Jakarta, Keprisatu.com – Pada perdagangan Rabu (16/4/2025), harga emas dunia mencetak rekor tertinggi. Harga logam mulia ini terdorong oleh melemahnya dollar AS, meningkatnya ketegangan perdagangan, serta kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global yang mendorong permintaan aset safe haven.
Harga emas di pasar spot naik 1,9 persen menjadi 3.287,79 per ons pada pukul 06:48 GMT atau 13:48 WIB. Sebelumnya, harga emas sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa di 3.294,99 dollar AS per ons. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS naik hampir 2 persen menjadi 3.304,20 dollar AS.
Emas, yang secara tradisional dipandang sebagai investasi safe haven di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi, telah beberapa kali mencetak rekor sepanjang tahun ini, dengan kenaikan lebih dari 25 persen. “Emas akan tetap kuat selama masih ada ketidakpastian,” ujar Brian Lan, Direktur Pelaksana dari dealer GoldSilver Central yang berbasis di Singapura.
Investor kini menanti data penjualan ritel AS yang akan dirilis hari ini untuk mendapatkan wawasan tentang kondisi ekonomi dan arah kebijakan The Fed. “Kami percaya pembelian emas berbasis sentimen risk-off masih akan terus meningkat,” kata ANZ. ANZ menaikkan proyeksi harga emas akhir tahun menjadi 3.600 per ons dan proyeksi enam bulannya menjadi 3.500 dollar AS.
“Depresiasi dollar dan meningkatnya penghindaran risiko saat ini bekerja mendukung harga emas,” kata Tim Waterer, analis pasar utama di KCM Trade, seperti dilansir Reuters. Dengan indeks dolar yang turun 0,7 persen terhadap mata uang utama lainnya, emas menjadi lebih menarik bagi pemegang mata uang asing.
Eskalasi ketegangan perdagangan AS-China turut berperan. Nvidia mengumumkan pada Selasa bahwa mereka akan mencatatkan kerugian sebesar 5,5 miliar dollar AS (Rp 88 triliun) setelah pemerintah AS membatasi ekspor chip kecerdasan buatan H20 ke China. Sebagai respons terhadap penerapan tarif 145 persen terhadap barang-barang China oleh AS, China memerintahkan maskapai penerbangannya untuk menghentikan pengiriman pesawat Boeing.
“Ketidakpastian tarif yang terus meningkat, ketegaran dari pemerintahan AS, serta dampak tarif terhadap pergerakan barang melalui negara ketiga yang berpotensi merusak rantai pasokan global—semuanya mendukung penguatan emas,” ujar Nicholas Frappell, kepala global pasar institusi di ABC Refinery. (*)
Sumber Kompas.com