Keprisatu.com – Seiring dengan meningkatnya kriminalitas yang diakibatkan oleh narapidana yang mendapat hak asimilasi memantik reaksi banyak pihak. Salah satunya dari DPR yang meminta pihak kepolisian untuk melakukan tindakan tegas pada napi yang kembali berulah.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mendorong aparat kepolisian untuk menindak tegas narapidana asimilasi yang mengulangi perbuatannya. Politikus Nasdem itu mendukung aparat kepolisian untuk menembak mati napi yang kembali berulah.
“Sebagai pimpinan Komisi III, saya dukung kalau polisi ingin menembak mati atau menindak tegas kepada napi yang kembali berulah,” kata Sahroni, Selasa (21/2).
Sahroni menilai, napi asimilasi yang kembali berulah tidak relatif besar dari jumlah napi yang mendapat asimilasi dan integrasi. Tercatat pada Senin (20/4) kemarin, telah 38.822 napi yang dikeluarkan dari program asimilasi dan integrasi.
“Karena napi yang berulah hanya puluhan dari yang keluarkan atau tidak sampai ribuan dari 30 ribu napi yang dikeluarkan. Cukup Polri menindak tegas,” ujar Sahroni.
Menurutnya, jika terdapat napi yang kembali mengulangi perbuatannya untuk langsung dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan (Lapas). Kemenkumham perlu mencabut asimilasi atau integritas kepada napi tersebut.
“Mengenai napi asimilasi kalau dia berulah langsung saja dikembalikan ke Lapas tanpa proses pengadilan. Baru kemudian dievaluasi asimilasi napi itu dihapus atau bagaimana setelah wabah ini,” beber Sahroni.
Sahroni memandang, pengeluaran puluhan ribu napi itu perlu memandang aspek HAM. Karena setiap warga membutuhkan hidup sehat. Menurutnya, jika ada napi yang meninggal karena terinfeksi virus corona atau Covid-19 di dalam Lapas, itu bagian dari kejahatan kemanusiaan.
“Kalau napi yang ada di Lapas dia ada yang terkena wabah dan dia meninggal di Lapas nanti ini ada kejahatan kemanusiaan. Ini berbahaya,” tukas Sahroni.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna H Laoly meminta jajaran Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian. Hal ini terkait kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan di tengah pandemi Covid-19.
“Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya, agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya,” kata Yasonna dalam keterangan pers, Senin (20/4).
“Koordinasi juga harus dilakukan dengan forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah). Selain itu, lengkapi juga administrasi warga binaan yang dibebaskan dengan baik dan juga database pasca-asimilisi Covid-19 agar koordinasi bisa berjalan dengan baik,” sambungnya.
Hal ini sebagai bentuk evaluasi atas sikap masyarakat yang mengeluhkan kebijakan asimilasi dan integrasi Covid-19. Keluhan ini, kata Yasonna, muncul akibat sejumlah kasus pengulangan tindak pidana oleh warga binaan yang dibebaskan melalui kebijakan tersebut.
Kendati angka pengulangan tindak pidana relatif rendah, Yasonna menyebut berbagai evaluasi tetap harus dilakukan untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat. Terlebih, hingga Senin (20/4) tercatat jumlah warga binaan yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi mencapai 38.822 orang.
“Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum Covid-19,” ujar Yasonna. (*)
Sumber: jawapos.com