Batam, Keprisatu.com – Kasus rudapaksa yang terjadi di Yayasan dan Panti Asuhan di Batam, menimbulkan keresahan mendalam bagi pemerhati anak Kepulauan Riau, Ery Syahrial. Ia menyoroti fakta bahwa yayasan tersebut tidak memiliki izin resmi sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dari Dinas Sosial setempat.
Menurutnya, ketiadaan izin membuat pengawasan menjadi lemah dan rawan disalahgunakan, apalagi menyangkut keselamatan serta perlindungan anak-anak di bawah pengasuhan yayasan tersebut.
Ery berharap pemerintah daerah segera menindak yayasan atau panti asuhan tersebut agar tidak lagi beroperasi dan menyelamatkan anak-anak dari eksploitasi.
“Ini penting, karena ada anak yang berada di bawah pengasuhan mereka. LKSA ini kan pengasuh alternatif, menampung anak-anak yatim, piatu, duafa. Cuma kalau diiringi dengan izin tentu tidak terpantau, bisa disalahgunakan,” ujarnya.
Kasus pencabulan ini sendiri sudah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Palresta Barelang, Kepulauan Riau yang telah menangkap S alias Ujang (54), kepala Panti Asuhan di Batam, atas dugaan melakukan rudapaksa kepada anak asuh inisial R (12).
Kanit PPA Polresta Barelang Ipda Shelin Angelina menjelaskan, rudapaksa itu terjadi sejak korban berusia 10 tahun sampai sekarang. Korban mengalami rudapaksa sebanyak empat kali. Peristiwa tersebut terungkap saat korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada ustazah di panti asuhan tersebut.
Akibat perbuatan pelaku, korban mengalami rasa sakit di bagian alat vital dan trauma mendalam. Adapun penangkapan pelaku dilakukan berkat bantuan masyarakat yang menyerahkan pelaku kepada pihak kepolisian pada Rabu (7/8). “Pelaku diserahkan warga ke Polsek Galang, kemudian dibawa ke Polresta Barelang,” tuturnya.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara. (Ks03)
