
Batam, Keprisatu.com – Sebanyak 60 pemuda dari 11 negara di kawasan Asia Tenggara tiba di ekowisata Mangrove Presiden, Setokok, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pada Rabu, 23 April 2025 untuk menjalankan misi pelestarian mangrove .
Kehadiran mereka merupakan bagian dari Lokakarya Regional Ekonomi Biru, sebuah program dari Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) yang difasilitasi oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Tak hanya disambut oleh kompang ibu ibu pengajian dari Kampung Setokok Kota Batam, kehadiran mereka di lokasi disambut juga dengan turunnya hujan yang lumayan deras di akhir bulan April ini.
Puluhan warga Setokok yang tergabung dalam kelompok pegiat mangrove juga sudah standby di lokasi mempersiapkan segala sesuatunya dibawa komando Suardi selaku Ketua Peduli Lingkungan Hidup dan Kelautan (PLH K) Provinsi Kepri.
Suardi yang merupakan Pengelola Eco Wisata Mangrove Presiden di Setokok mengatakan Mangrove Presiden Batam dipilih sebagai lokasi kegiatan karena dinilai berhasil menghadirkan perpaduan harmonis antara pelestarian ekosistem hijau dan pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.
Suardi menjelaskan Mangrove Presiden merupakan destinasi Edukasi dan Konservasi Kawasan Mangrove Presiden yang sebelumnya merupakan lokasi penebangan liar dan dikenal sebagai salah satu dapur arang terbesar di Batam.

“Namun, sejak rehabilitasi oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan BPDAS Sei Jang Duriangkang pada 2021, kawasan ini kini menjadi destinasi wisata berbasis edukasi dan konservasi,” ujar Suardi.
Bahkan, Suardi mendampingi langsung Presiden RI ke 7 Joko Widodo sendiri yang langsung menanam mangrove di lokasi ini pada 28 September 2021. Kini, Mangrove Presiden berkembang sebagai ruang publik yang memadukan ekowisata, kuliner lokal, hingga pelatihan pelestarian lingkungan bagi pelajar dan mahasiswa, bahkan dari luar negeri.
“Sekarang kawasan ini jadi tempat belajar konservasi bagi siapa saja yang peduli lingkungan,” ujar dia lagi.
Dalam program Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI), peserta lokakarya adalah para pemuda berusia antara 18 hingga 35 tahun, berasal dari negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Timor Leste.
Meski hujan, para peserta terlihat antusias mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari diskusi interaktif, praktik pembibitan dan penanaman mangrove, hingga eksplorasi manfaat ekonomi dan ekologi hutan mangrove. Program ini bertujuan untuk membekali para pemuda dengan wawasan tentang potensi ekonomi biru dan pentingnya pelestarian ekosistem pesisir.
Di antara mereka ada sosok Mary K. Trechock, Pejabat Diplomasi Publik Kedutaan Besar AS, yang sangat bersemangat dan antusias dalam penanaman mangrove di sana. Mary K. Trechock menyatakan bahwa lokakarya ini merupakan hasil kerja sama Kedubes AS di Indonesia dan Singapura.
Acara yang berlangsung dari 21 hingga 25 April 2025 ini menjadi wadah bagi para pemuda untuk bersama-sama mendorong solusi inovatif demi ekonomi biru.

“Saat ini kami sedang berada di lahan mangrove dan para peserta belajar bagaimana mangrove dapat membantu ekonomi masyarakat, seperti menjadi produk makanan, tekstil, dan perikanan,” ujarnya.
Menurut Mary, selain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, para peserta Lokakarya Regional Ekonomi Biru YSEALI juga belajar melestarikan lingkungan, seperti pembibitan dan menanam mangrove.
Lokakarya ini juga membekali peserta untuk mengembangkan strategi yang dapat ditindaklanjuti yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan ekosistem laut. “Kami berharap program ini bisa memperkuat komunitas mangrove lokal dan mendukung pengembangan pariwisata berbasis kelestarian alam di wilayah pesisir,” ujarnya.
Menanam Mangrove, Menanam Masa Depan

Dalam sesi diskusi, Tiga pegiat mangrove lokal turut berbagi pengalaman mengelola wisata berbasis mangrove dalam sesi diskusi, yakni Rabu selaku Pengelola Ekowisata Mangrove Presiden Setokok, Gari Dafit Semet selaku Pengelola Ekowisata Mangrove Pandang Tak Jemu, dan Lejar selaku Pengelola Rumah Bakau Indah (RBI).
Rabu mengapresiasi program Lokakarya Regional Ekonomi Biru YSEALI yang digagas Kedubes AS. Menurutnya, kehadiran peserta dari berbagai negara itu memberikan semangat baru bagi komunitas lokal. “Kami bangga kampung kami, Setokok ini, menjadi tempat belajar bagi pemuda internasional. Ini bukti bahwa mangrove punya peran besar untuk ekonomi dan lingkungan,” ungkap Rabu.

Sementara Gari menuturkan transformasi kawasan kumuh menjadi desa wisata hijau adalah bukti bahwa mangrove dapat menjadi solusi bagi ekonomi sekaligus lingkungan. “Selain menghasilkan oksigen dan melindungi garis pantai, mangrove juga membuka peluang usaha kerajinan dan kuliner berbasis lokal,” jelasnya.

Sedangkan Lejar menyoroti pentingnya keterlibatan generasi muda dalam pelestarian. Ia yakin dengan keterlibatan generasi muda dari berbagai negara, semangat pelestarian ini akan terus tumbuh dan berdampak lebih luas. “Tantangan terberat adalah menjaga dan merawat mangrove secara berkelanjutan. Tapi dengan dukungan seperti ini, saya optimis,” katanya. (KS03)
GALERI KEGIATAN PENANAMAN MANGROVE DI SETOKOK BATAM