Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Siadari, menilai penertiban tersebut tidak hanya berdampak positif terhadap estetika kota, tetapi juga berpotensi meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor pajak reklame. Menurutnya, penegakan aturan ini sudah lama dinantikan masyarakat.
“Permasalahan ini sudah berlangsung lama. Kami mendapat informasi, sebelumnya tidak ada tindakan tegas dari tim terkait,” kata Lagat. Ia bahkan mengungkapkan adanya kekhawatiran tentang kemungkinan pembiaran atau dugaan persekongkolan antara oknum pengawas dan pelaku usaha reklame.
Dengan adanya tindakan nyata dari Pemko Batam, Ombudsman berharap praktik serupa tidak kembali terjadi dan proses perizinan reklame ke depan dapat berjalan lebih transparan serta akuntabel.
Menurut Lagat, Walikota Batam sebaiknya menugaskan Inspektorat untuk menyelidiki hal ini. Jika ditemukan indikasi kuat adanya penyimpangan, maka sudah sewajarnya aparat penegak hukum (APH) turun tangan untuk proses hukum lanjutan.
Diketahui, reklame yang ditertibkan umumnya tidak memiliki Persetujuan Lingkungan (PL), tidak membayar sewa lahan ke BP Batam (WTO), tidak mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan tidak membayar pajak reklame. Sebagian besar melanggar Peraturan Wali Kota Batam Nomor 50 Tahun 2024 dan Perka BP Batam Nomor 7 Tahun 2017.
“Penertiban ini seharusnya bisa dilakukan sejak dulu. Aturannya sudah jelas. Tapi kenapa baru sekarang?” kata Lagat.
Material reklame hasil pembongkaran tampak berserakan di pinggir jalan sebelum diangkut oleh pemilik atau tim dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batam. Sesuai ketentuan, reklame seharusnya dibongkar sendiri oleh pemilik. Jika lewat dari batas waktu, maka pembongkaran akan dilakukan TPTR (Tim Penertiban Tayang Reklame), dan uang jaminan tidak akan dikembalikan.
Potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor reklame sejatinya sangat besar. Tarif pajak ditetapkan 20 persen dari nilai reklame, dan khusus iklan rokok dikenakan tarif 25 persen. Penentuan nilai reklame dan zonasi pemasangan telah diatur dalam Perwako 50/2024, mencakup enam zona, termasuk kawasan pemerintahan dan Bandara Hang Nadim.
Penyelenggara reklame juga diwajibkan menyetor uang jaminan pembongkaran sebesar 20 persen. Jika tak menjalankan kewajiban saat masa tayang habis, pembongkaran dilakukan oleh tim, dan jaminan hangus.
Untuk menata ulang perizinan reklame, Pemko Batam telah membentuk Tim Penyelenggara Reklame (TPR) yang diketuai Sekretaris Daerah. Tim ini melibatkan DPMPTSP, Bapenda, BPKAD, Cipta Karya, Satpol PP, Dinas Perkim, Dishub, dan OPD lainnya. Tugasnya memberikan rekomendasi teknis, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan reklame.
Sementara untuk aspek penertiban lapangan, Bapenda membentuk TPTR yang fokus pada pengawasan tayang reklame, termasuk penindakan dan pembongkaran. (KS03)
Editor : Tedjo