Beranda Batam Warga Batam Keluhkan Pengelolaan Sampah: Pengangkutan Lambat, Tercecer hingga Berbau. Ini Saran...

Warga Batam Keluhkan Pengelolaan Sampah: Pengangkutan Lambat, Tercecer hingga Berbau. Ini Saran Ombudsman Kepri

15
0
Sampah menumpuk di TPS di Kavling Pancur Baru Duriangkang jelang libur panjang .

Batam, Keprisatu.com – Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) menyoroti persoalan pengelolaan sampah di Kota Batam, yang ramai dikeluhkan masyarakat kepada Ombudsman karena dianggap lambat mengangkut sampah sehingga tercecer dari bak sampah dan menimbulkan bau tidak sedap.

“Pengelolaan sampah perlu diperhatikan secara serius mengingat tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada kualitas lingkungan dan teruntuk di Kota Batam untuk daya tarik investasi,” ucap Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr Lagat Siadari pada Rabu (05/02/2025) di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri.

Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam serta Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Batam untuk berdiskusi.

Oleh karena itu pada Kamis, 16 Januari 2025, Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam serta Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Batam untuk berdiskusi.

Tiga tujuan dari diskusi tersebut yakni mengetahui sistem pengelolaan sampah di Kota Batam, menginventarisasi kondisi permasalahan dan kendala pengelolaan sampah di Kota Batam, dan menyusun rencana strategis pengelolaan sampah jangka pendek dan jangka menengah di Kota Batam.

Kepala DLH Kota Batam, Dr. Herman Rozie yang kala itu menjelaskan kepada Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau hadir bagaimana kondisi pengelolaan sampah di Kota Batam.

Pertama, ia menjelaskan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah, sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Batam hanyalah sampah terpilah, namun saat ini sampah terpilah dari rumah hanya 18% sehingga seluruh sampah harus diangkut ke TPA.

Lalu kendala-kendala lain yakni banyak armada pengangkut sampah yang sudah melewati masa pemakaian yakni lebih dari 8 tahun dan kondisi TPA yang kian padat.

“Informasinya, sebanyak 85% sudah di atas 8 tahun, artinya mayoritas armada pengangkut sampah sudah tidak laik beroperasi karena usia uzur,” ungkap Lagat.
“Juga kondisi TPA yang sudah mulai padat sejalan dengan lonjakan sampah yang diterima, sementara pengelohan sampah hanya bersifat sanitary landfilll pada area TPA Telaga Punggur dan jumlah alat berat yang dapat digunakan di sana hanya ada 2 doser saja jauh dari kebutuhan ideal mengingat volume sampah terus bertambah,” lanjutnya.

Menurut keterangan Kepala DLH itu, diperkirakan 40% sampah sampah organik rumah tangga, pasar dan industri masuk ke TPA. Sehingga terkesan budaya melakukan pengurangan sampah melalui skema Reduce, Reuse dan Recycle (3R) oleh masyarakat masih dianggap kurang berjalan. Meskipun jumlah kelompok bank sampah yang dibina Pemerintah Kota Batam sudah mencapai 150 kelompok aktif.

Kemudian, Herman Rozie menuturkan juga persoalan belum tersedianya Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang standar pada wilayah tertentu untuk dilakukan pemprosesan awal (pemilahan).

“Kendala lain juga yang disampaikan kepada kami terkait ketersediaan lahan dan kebutuhan anggaran untuk membangun TPS standar bisa sebesar 5 Milyar. Sedangkan Pemerintah dalam mendukung program hijau mencanangkan bahwa selambatnya tahun 2030 tidak boleh lagi ada TPA dengan konsep sekarang tapi semua sampah harus diolah dalam Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST),” ungkap Lagat.

Namun, diantara kendala yang disampaikan, DLH pun membawa kabar baik yakni pada bulan September 2024, DLH Kota Batam telah menjalin kerjasama dengan Hunan Junxin Environmental Protection Co. Ltd untuk mengolah sampah menjadi energi Listrik dimana kewajiban DLH Kota Batam hanya menyerahkan sampah minimal 1000 ton/hari saat perusahaan dimaksud sudah existing (3 tahun ke depan).

Selanjutnya, dalam pertemuan tersebut pihak Bapelitbangda memberikan informasi terkait dukungan anggaran dimana pengelolaan sampah di Kota Batam menjadi salah satu dari 10 program prioritas Pemerintah dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) tahun 2025 yang akan didasari oleh kajian terkait pengelolaan sampah yang saat ini sedang dilakukan DLH Kota Batam untuk pengajuan anggaran tahun 2026.

Mengatasi persolaan pengangkutan sampah di Kota Batam, Ombudsman Kepri memberikan beberapa usulan perbaikan.

Untuk jangka pendek, pertama agar Pemerintah melakukan optimaliasi Pengangkutan Sampah dengan memaksimalkan armada yang ada dengan meminta dukungan pihak ketiga seperti korporasi, TNI/Polri/Satpol/Ditpam.

Selanjutnya mengusulkan kebutuhan pengadaan armada angkut baru 2025 sebanyak 16 unit dan tahun 2026 sebanyak 56 unit.

Kemudian mengimplementasikan pengelolaan sampah sebanyak 1000 ton sampah/hari oleh korporasi yang telah menandatangan perjanjian dengan Pemerintah kota Batam.

Lalu untuk jangka menengah, diusulkan agar Pemerintah Kota Batam melakukan Pembentukan Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) di sejumlah wilayah Batam, meningkatkan program membangun budaya pemilahan sampah oleh setiap Pejabat sebagai role model bagi masyarakat. Sehingga seluruh Pejabat di Batam akan terlibat dalam 3R sampah dikota Batam.

Sementara untuk jangka panjang, Ombudsman menyarankan agar membangun budaya masyarakat dalam pemilahan sampah atau 3R secara menyeluruh bahkan mewajibkan dan juga agar membangun lebih banyak kelompok bank sampah masyarakat oleh Unit Kerja Penghasil Sampah (bapak asuh) koordinator DLH Batam.

“Ombudsman Kepri akan terus mengawasi sebagaimana tugas kami memastikan pelayanan publik berjalan dengan baik. Kami berharap Pemerintah Kota Batam dapat menjalankan saran kami dengan baik sehingga pengelolaan sampah di Kota Batam lebih baik,” tutup Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr Lagat Siadari. (KS03) 

Editor : Tedjo